Berada di tengah-tengah permukiman warga di kawasan Carlton North, tak jauh dari pusat kota Melbourne, berdiri sebuah masjid lengkap dengan minaret berwarna putih.
- Migran Albania datang ke Australia untuk alasan ekonomi dan lari dari perang
- Masjid Albania memberikan bantuan kepada pendatang baru dan mahasiswa internasional
- Tetangga sekitar mengaku tidak ada masalah dengan keberadaan masjid
Masjid Albania dipercaya sebagai masjid pertama yang dibangun di kota Melbourne oleh migran asal Albania pada pertengahan tahun 1960-an dan dibuka secara resmi tahun 1969.
Desain awal dari bangunan ini berbentuk persegi dengan batu bata berwarna kecokelatan. Sebuah minaret baru ditambah di tahun 1994, setelah mendapat izin dari Pengadilan Tinggi Australia.
Masjid yang berada di Jalan Drummond ini pernah mengalami renovasi besar-besaran di tahun 2003 dengan menambah sejumlah fasilitas baru dan mengecat bagian luar gedung dengan warna putih. Seluruh karpet juga diganti menjadi warna merah, seperti warna bendera Albania.
Sebagai bagian dari perayaan 50 tahun berdirinya Masjid Albania, yang digelar akhir pekan lalu (17/01), adzan dikumandangkan dari minaret dengan pengeras suara untuk pertama kalinya dan bisa terdengar di kawasan Carlton North.
Amet Balla, warga Australia berdarah Albania mengaku menjadi sebuah kehormatan bagi dirinya terpilih mengumandangkan adzan.
"Saya sudah menjadi bagian dari masjid sejak kecil dengan datang ke kelas Islam untuk anak-anak," ujar Amet Balla kepada ABC.
AAIS mengatakan kepada ABC sejak pertama kali dibangun, masjid ini tak hanya menjadi pusat kegiatan keagamaan dan budaya Albania.
Mereka memberikan bantuan kepada para pendatang baru, termasuk mahasiswa dari negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Dalam 50 tahun terakhir mereka juga melihat jemaah yang datang semakin beragam dan berasal dari berbagai suku bangsa, termasuk donatur.
"Ada sejumlah donasi dari warga bukan keturunan Albania dan beberapa dari warga bukan Muslim," kata Ali Ymer, salah satu anggota senior dari Albanian Australian Islamic Society (AAIS).
Tetangga yang tinggal di sekitar masjid, mayoritas bukan beragama Islam, mengaku tidak merasa terganggu dengan keberadaan masjid.
Mereka justru merasa senang karena komunitas Muslim bisa jadi bagian dari lingkungan dimana mereka tinggal.
"Saya rasa memang kita harus berbaur daripada satu kelompok hanya tinggal di satu kawasan saja," seperti yang dikatakan Elsbeth Hadenfeldt, warga Australia yang rumahnya tepat di seberang masjid.
Ia juga senang saat berkunjung ke dalam masjid terutama karena "dindingnya yang putih bersih dan karpet merah yang cantik".
Elsbeth mengaku hanya sesekali saja parkir jemaah masjid menjadi masalah baginya, seperti saat digelar shalat Jumat.
Yang disebut sebagai pendatang Albania di Australia tidak hanya mereka dengan darah Albania, tapi termasuk yang berasal dari Kosovo, Montenegro, dan Macedonia, menurut data dari 'Australian Census'.
Kebanyakan dari mereka pindah ke Australia dengan alasan ekonomi, seperti yang dijelaskan oleh AAIS, karena kondisi perang di negara asalanya, terutama setelah Perang Dunia.
Di periode awal kedatangannya ke Australia, migran asal Albania bekerja di pertanian dan perkebunan, khususnya di negara bagian Queensland dan Victoria.
Menurut 'Heritage Council Victoria' kawasan Carlton di Melbourne telah menjadi tujuan para pendatang dari berbagai negara di Eropa yang terkena dampak Perang Dunia yang pertama dan kedua.
Warga yang tinggal di kawasan Carlton ikut hadir dalam perayaan 50 tahun Masjid Albania, yang juga menawarkan sejumlah aktivitas untuk anak-anak dan keluarga.
Mereka juga menikmati aneka makanan khas Albania yang dijual sambil menonton tarian asal Albania yang dibawakan anak-anak.
Sejumlah politisi, termasuk Adam Bandt dari Partai Hijau dan mewakili Melbourne di kursi parlemen Australia juga nampak hadir dalam perayaan tersebut.
Ikuti cerita seputar kehidupan di Australia, termasuk kerja dan studi di Australia hanya di ABC Indonesia dan bergabunglah dengan komunitas kami di Facebook