REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Din Syamsuddin menyampaikan bahwa dirinya merasa terusik kalau ada yang hanya melihat radikalisme bermotif keagamaan.
Menurutnya pandangan seperti itu tidak adil karena radikalisme tidak hanya bermotif keagamaan. Din mengatakan, ada radikalisme keagamaan yang tidak bisa diterima. Terlebih radikalisme keagamaan yang berbau politik dan ingin mengganti dasar negara dengan dalih ajaran agama.
"Tetapi mohon para pemangku amanat (dan) para elite politik bangsa ini agar mampu melihat pula ada radikalisme yang tidak kalah bahaya, itu radikalisme sekuler liberal, radikalisme yang berimpit dengan sekularisme dan liberalisme," kata Din kepada Republika.co.id, Senin (18/11).
Menurutnya, radikalisme sekuler liberal ini yang merasuki sistem kenegaraan Indonesia. Radikalisme sekuler liberal telah merasuki sistem politik dan sistem ekonomi Indonesia. Sehingga sistem politik dan ekonomi di Indonesia tidak menciptakan keadilan sosial.
"Tolong lihat ini (radikalisme sekuler liberal) sebagai bentuk radikalisme yang nyata," ujarnya.
Din menegaskan bahwa dia tidak membela radikalisme, tapi ingin menjernihkan dan mendudukkan perkaranya secara berkeadilan. Kalau hanya melihat radikalisme keagamaan tapi radikalisme sekuler liberal dilupakan, jangan-jangan yang melihatnya memakai kacamata kuda karena hanya bisa melihat radikalisme keagamaan.
"Jangan-jangan ini dalam rangka melanggengkan radikalisme sekuler liberal, runtuh bangsa ini, runtuh bangsa ini," kata Din.
Din juga mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi gejala deviasi, distorsi dan disorientasi kehidupan nasional dari nilai-nilai dasar Pancasila dan UUD 1945. Hanya terjebak pada klaim sepihak dan cenderung monopolistik serta manipulatif terhadap Pancasila.
"Kita mengembangkan sistem politik yang jauh bertentangan dari sila keempat Pancasila, kita mengembangkan sistem ekonomi tapi praktik ekonomi jauh menyimpang dari amanah Pancasila sila kelima," jelasnya.
Din juga prihatin karena prinsip Trisakti Bung Karno hanya dikatakan saja. Menurutnya prinsip Trisakti yakni berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, berkepribadian secara budaya itu hanya retorika politik belaka.