REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau operator jip wisata di lereng Gunung Merapi, Cangkringan selalu berbagi nomor telepon seluler (ponsel) wisatawan pengguna jasa guna memudahkan koordinasi jika terjadi keadaan darurat.
"Ini sebagai salah satu langkah mitigasi saat terjadi keadaan darurat," kata Kepala Seksi Mitigasi Bencana BPBD Kabupaten Sleman Joko Lelono di Sleman, Kamis (21/11).
Menurut dia, selama ini jika terjadi keadaan darurat ada kendala saat proses evakuasi. "Sopir jip kesulitan untuk mencari wisatawan. Karena selama ini sopir mau menunggu mencari penumpang untuk segera turun, tapi sampai bunker Kaliadem wisatawan bubar," katanya.
Ia mengatakan dengan berbagi nomor telepon, sopir jip bisa dengan mudah mencari wisatawan sehingga begitu terjadi erupsi, sopir bisa memberikan peringatan kepada wisatawan agar segera turun.
"Ini juga untuk memastikan komunikasi antara pengelola jip dan wisatawan terus terjalin. Jadi sampai di lokasi sudah ada persiapan," katanya.
Joko mengatakan operator jip wisata agar turut bertanggung jawab, untuk memastikan tidak ada wisatawan yang tertinggal. "Apalagi saat erupsi yang membahayakan ini semua wisatawan langsung diangkut di mobil yang siap, yang penting wisatawan selamat," katanya.
Sejauh ini, pihaknya baru merencanakan memberikan pelatihan mitigasi kepada operator jip wisata. Hanya saja, kata dia, kendalanya banyak instansi yang terlibat. "Apalagi untuk jip lava tour ini ranahnya di bawah Dinas Pariwisata sehingga diperlukan kolaborasi," katanya.
Kendati demikian, pihaknya telah menyiapkan jalur evakuasi di kawasan wisata, baik di Desa Umbulharjo, Kepuharjo, maupun Glagaharjo. "Jalur evakuasi ini belum semuanya bisa selesai sebab terbentur anggaran yang cukup besar. Dan dari kami hanya memberikan dana stimulan saja," katanya.
Selain jalur evakuasi, pihaknya juga turut melengkapi dengan rambu-rambu. Saat ini semua rambu telah banyak terpasang di jalur-jalur wisata. "Diharapkan dengan hal itu bisa mewujudkan masyarakat sadar bencana yang hasil akhirnya adalah pengurangan risiko bencana," katanya.
Ketua Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi (AJWLM) sisi timur Bambang Sugeng mengatakan sudah mengetahui letusan mana yang berbahaya dan yang tidak sehingga ketika terjadi erupsi tidak panik.
Selain itu, setiap sopir jip diwajibkan membawa HT (Handy Talky) untuk memantau kondisi terkini Gunung Merapi. "Ada juga pelatihan dari dinas pariwisata," katanya.
Menurut dia, mayoritas pengemudi jip merupakan relawan bencana sehingga setiap ada kejadian dipastikan semua sopir jip paham apa yang harus dilakukan. "Kendati demikian kami tetap waspada," katanya.
Ia mengatakan hal yang justru harus ditambah adalah rambu-rambu evakuasi, terutama di jalur wisata karena jumlahnya kurang banyak. "Walaupun sudah terpasang tapi kadang hilang. Ini yang perlu dipertegas," katanya.