Selasa 26 Nov 2019 10:50 WIB

Kiai Kholil Tegaskan MUI Mitra Pemerintah dan Pelayan Umat

Masyarakat diminta tak khawatir meski wapres dari MUI.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI - KH Cholil Nafis
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI - KH Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis menegaskan bahwa MUI bukan pemerintah. MUI adalah mitra pemerintah dan pelayan umat, sehingga MUI menjadi acuan pemerintah dan masyarakat. 

KH Cholil meminta masyarakat tak khawatir meski wakil presiden Indonesia berasal dari MUI. Karena MUI sebagai lembaga akan tetap menjaga independensinya. Individu boleh jadi apa saja tapi MUI sebagai lembaga tetap menjadi mitra pemerintah dan pelayan umat.

Baca Juga

"Jangan sampai kita hanya menjadi mitra pemerintah tapi tidak menjadi pelayan umat, tapi jangan sampai menjadi pelayanan umat tapi jadi orang yang membenturkan (umat) dengan pemerintah," kata KH Cholil kepada Republika di kantor MUI Pusat, Senin (25/11).

Ia menegaskan, yang didukung MUI adalah kebenaran dan kebaikan. Tapi ketika ada kesalahan di pemerintah maka MUI akan kritik dan perbaiki. Tentu mengkritik dan memperbaikinya dengan cara MUI. Ada kalanya menyampaikan kritik secara pelan-pelan, diam-diam, dan ada kalanya melalui media massa, karena tergantung kondisinya.

Oleh karena itu posisi MUI tidak terlalu dekat kepada pemerintah, karena kalau terlalu dekat biasanya susah untuk nahi munkar. Tapi jangan terlalu jauh dari pemerintah, karena kalau terlalu jauh dari pemerintah MUI akan susah untuk amar makruf.

KH Cholil juga menyampaikan, program standardisasi dai yang dilaksanakan MUI bukan untuk membedakan antara dai pemerintah dan swasta karena MUI bukan pemerintah. Dai adalah dai umat Islam, bukan dai pemerintah atau swasta. 

"Kami (MUI) hanya ingin memfasilitasi karena banyak pertanyaan masyarakat, masyarakat ingin dai yang kriterianya begini, cape MUI menjawabnya, tapi kalau MUI punya data, masyarakat tinggal memilih mau dai yang mana," ujarnya.

Ia juga mempersilakan dai yang mengkritik pemerintah karena MUI juga mengkritik. Tapi harus bisa membedakan antara mengkritik dan merendahkan. "Saya wajib mengkritik, MUI wajib mengkritik, jadi di mana ada kesalahan kita kritik, di mana ada kebenaran kita dukung," ujarnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement