REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin tidak mempersoalkan rencana Reuni 212 yang akan digelar Senin (2/12). Ma'ruf mempersilakan Reuni 212 dilakukan selama Reuni 212 tidak menimbulkan kegaduhan dan tindakan anarkistis.
"Ya boleh-boleh saja yang penting tidak menimbulkan kegaduhan, anarkis. Kalau orang silaturrahim, berkumpul, boleh saja, tapi jangan menimbulkan kegaduhan," ujar Ma'ruf saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (28/11).
Ma'ruf mengingatkan jika itu tidak dipatuhi, ia khawatir akan menimbulkan masalah. Hal ini kata Ma'ruf, membuat aparat kemudian akan turun tangan. "Jadi, nanti seberapa itu bisa menimbulkan kegaduhannya nanti pihak-pihak yang berwenang ya yang menilai," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf pun mengaku tidak pernah diundang dalam Reuni 212. Menurut dia, ia hanya diundang saat aksi 212 baru dilakukan. "Kemarin-kemarin sih tidak. Dulu, kalau 212 yang asli (diundang Reuni 212). Yang ini bentukan baru. Kalau yang asli kan sudah selesai, untuk GNPF-MUI sudah dibubarkan. Semua tugasnya 212 kan sudah selesai. Itu kemudian muncul baru lagi," ujar Ma'ruf.
Sebelumnya, Kepolisian sudah menerima surat pemberitahuan Reuni 212 yang akan digelar di Monas, Jakarta Pusat, pada Senin (2/12). Namun, kepolisian masih mengkaji rencana kegiatan tersebut. Sebab, ada pertimbangan yang harus dijalankan jika pelaksanaan reuni tersebut terlaksana.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra menyebut sehubungan dengan perayaan reuni Persaudaraan Alumni (PA) 212. Pertimbangan yang paling utama adalah pelaksanaan reuni ini harus mengutamakan bentuk penyampaian pendapat di muka umum.
"Harus memperhatikan Pasal 6 Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Seperti, kegiatan tetap harus menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan-aturan norma yang diakui secara umum, menaati hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).