REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Platform dompet digital DANA masih gencar menjalankan strategi bakar uang. Hal itu diyakini sebagai cara mengedukasi masyarakat, khususnya konsumen.
"Promosi seperti itu memang efektif untuk edukasi karena tidak mudah memperkenalkan cara melakukan sesuatu yang baru. Untuk kartu bisa berkembang saja butuh waktu 50 tahun," ujar Chief Communications Officer DANA Chrisma Albandjar kepada Republika.co.id, Jumat, (29/11).
Dengan strategi tersebut, lanjutnya, DANA mempercepat adopsi pembayaran digital. Ia menambahkan, investasi yang dikeluarkan demi promosi ini sebenarnya jauh lebih murah.
"Uang yang dikeluarkan untuk edukasi melalui promo ini jauh lebih murah. Mengingat waktu singkat yang kita butuhkan untuk berkembang," ujarnya.
Maka, Chrisma menegaskan, berbagai promo yang dilakukan merupakan bentuk edukasi supaya masyarakat mau mencoba menggunakan nontunai. Pasalnya menggunakan nontunai atau cashless, transaksi menjadi lebih efisien, lebih mudah, sekaligus lebih aman.
"Karena bagian dari edukasi, kami memastikan promo dilakukan dengan tepat," kata Chrisma.
Ia menambahkan, sekarang perusahaan melihat banyak konsumen menggunakan DANA bukan hanya karena mengejar promonya. "Melainkan karena fitur-fitur dan fungsinya. Apalagi sekarang tidak perlu top up dan ada merchant digital loyalty card. Kalau dilihat, tidak semua fitur kan ada promonya," ujar dia.
DANA mencatat, saat ini 60 persen transaksi konsumen dilakukan tanpa promo. "Dan makin meningkat. Jadi, orang menggunakan DANA bukan karena promo. Itulah yang kita inginkan," katanya.
Chrisma menjelaskan, selama ini DANA fokus pada penciptaan value proposition berkelanjutan, yang meliputi sisi keamanan, kemudahan, reliability, dan skalabilitas.
"Karena kami ingin masyarakat Indonesia menggunakan transaksi nontunai. Tujuannya agar efisiensi dalam bertransaksi demi peningkatan ekonomi Indonesia," kata dia.
Sebelumnya, pendiri sekaligus pemilik Lippo Group Mochtar Riady menyebutkan, pihaknya sebagai investor utama OVO akan menjual dua pertiga saham perusahaan itu. Alasannya karena tidak kuat memasok dana atau 'bakar uang' dengan layanan gratis, diskon, hingga cashback yang diberikan aplikasi dompet digital tersebut.