REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 tentang Majelis Taklim terlalu berlebihan. Peraturan tersebut telah terbit pada 13 November lalu.
"Majelis Taklim itu bukan institusi pendidikan formal, informal, dan non-formal yang memerlukan pengaturan negara," kata Ace, pada Sabtu (30/11).
Menurut Ace, secara kelembagaan, majelis taklim itu bukan seperti lembaga pendidikan formal yang sifatnya tetap. Namun, majelis taklim lebih dimaknai sebagai forum pengajian, dan silaturahmi Muslim untuk mendalami keislaman.
Untuk itu, Ace mengungkapkan, Majelis Taklim secara kelembagaan merupakan pranata sosial keagamaan yang lahir dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Ia pun menilai tidak perlu ada pengaturan teknis dari Pemerintah, sebab ini merupakan ranah masyarakat Islam, yang seharusnya diatur oleh masyarakat itu sendiri.
"Untuk apa Majelis Taklim harus mendaftarkan diri ke Kementerian Agama? Apa konsekuensinya kalau tidak mendaftar? Apakah mau dibubarkan Pemerintah?" ucapnya.
Ace mengatakan, tidak perlu ada konsekuensi jika Majelis Taklim tidak mendaftarkan ke Kementerian Agama. Majelis Taklim juga tidak memerlukan pengakuan negara seperti, Pesantren yang memang memiliki peran pendidikan, yang mengeluarkan ijazah dan kontribusi negara untuk peningkatan kualitasnya.
"Saya kira Kementerian Agama harus belajar kembali soal relasi antara negara dan civil society atau masyarakat dalam konteks membangun negara. Hal-hal yang tidak perlu diatur negara ya tidak perlu lah diatur seperti itu," kata Ace.
PMA majelis taklim terdiri atas enam bab dengan 22 pasal. Regulasi ini antara lain mengatur tugas dan tujuan mejelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencangkup pengurus, ustaz, jamaah, tempat dan materi ajar.
Regulasi ini juga mengatur masalah pembinaan dan pendanaan. Pasal 20 mengatur pendanaan penyelenggaraan majelis taklim dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah, serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan, regulasi tersebut akan memudahkan Kemenag dalam mengucurkan bantuan dana kepada majelis taklim. Sebab, menurutnya jika tidak ada regulasi yang mengatur maka tidak bisa memberikan bantuan kepada majelis taklim.
Selama ini, menurutnya, belum ada payung hukum yang mengatur tentang majelis taklim di Indonesia. "Peraturan majelis taklim dibuat supaya kita mudah ngasih bantuan ke mereka. Kalau nggak ada dasar hukumnya kita tidak bisa ngasih bantuan," kata Fachrul.
Fachrul membantah pemerintah menerbitkan PMA tentang majelis taklim untuk membatasi ruang majelis ilmu agama. Menurut Fachrul, majelis taklim adalah kegiatan positif yang membuat umat Islam, terutama kaum ibu menambah ilmu pengetahuan keagamaan. Fachrul mengatakan PMA ini sangat positif agar majelis taklim dapat tertata dengan baik.
Dia juga membantah penerbitan PMA tentang majelis taklim dikaitkan dengan pencegahan masuknya paham atau aliran radikal di forum-forum keagamaan. "PMA ini tidak untuk mencegah masuknya radikalisme. Majelis taklim itu setau saya positif-positif saja kok," ucap Fachrul.
Pemerintah disebut telah menyiapkan regulasi majelis taklim ini semenjak era Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.