Ahad 01 Dec 2019 08:58 WIB

Saat Lansia Ikut Protes Hong Kong

Kaum lansia Hong Kong turun ke jalan demo penegakan demokrasi dan hukum

Demonstran memegang bendera AS di Hong Kong, Kamis malam (28/11). Demonstran merayakan tindakan Presiden AS Donald Trump yang menandatangi undang-undang yang mendukung otonomi Hong Kong.
Foto: AP Photo/Vincent Thian
Demonstran memegang bendera AS di Hong Kong, Kamis malam (28/11). Demonstran merayakan tindakan Presiden AS Donald Trump yang menandatangi undang-undang yang mendukung otonomi Hong Kong.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Lintar Satria, Dwina Agustin

Biasanya, demonstrasi di Hong Kong melibatkan kaum muda dan para buruh, tapi tidak kali ini. Para lansia rupanya tak mau ketinggalan dalam aksi tersebut. Mereka pun ikut turun ke jalan, Sabtu (30/11), menyuarakan protes atas kebrutalan polisi dan pelanggaran hukum para petinggi.

"Saya ikut keluar untuk protes. Dalam aksi damai pada Juni dengan lebih dari sejuta orang turun, tapi pemerintah tak mendengarkan tuntutan kami," kata seorang wanita berusia 71 tahun di distrik Tengah Hong Kong bernama Ponn.

Dia membawa bangku plastik untuk duduk di jalan, bergabung dengan aksi protes lintas generasi bersama beberapa ratus orang di Taman Chater. Para lansia ini mengenakan topi dan tongkat, berdiri tidak jauh dari anak muda berpakaian hitam. Mereka bersama-sama melakukan aksi. Semua mendengarkan pembicara pro demokrasi yang memberikan orasi.

"Saya telah melihat begitu banyak kebrutalan polisi dan penangkapan yang melanggar hukum. Ini bukan Hong Kong yang saya tahu," ujar Ponn.

Keputusan Ponn turun ke jalan untuk ikut menyuarakan kesalahan pemerintah dalam menanggapi unjuk rasa yang berjalan sampai enam bulan itu. Dia ingin pemerintah tahu kalau segala lapisan masyarakat tidak menyukai sikap yang telah dilakukan kepada demonstran.

Terlepas dari itu semua, seorang pensiunan berusia 70 tahun bernama Ko mengatakan, para lansia dapat menawarkan bimbingan kepada para demonstran yang lebih muda. "Mulai dari hari pertama saya telah terlibat dalam gerakan ini dan tidak ada alasan untuk berhenti sekarang," kata Ko.

Menurut Ko, hari tersebut memang menjadi momen pertemuan kelompok lintas usia. Di samping lansia, anak sekolah menengah atas pun ikut turun ke jalan. "Kami di sini untuk memberi mereka nasihat dan dukungan moral. Saya pikir mereka membutuhkannya," ujarnya.

Atas tuntutan terhadap kekerasan yang demonstran terima dari petugas keamanan, Kepala Sekretaris Administrasi Matthew Cheung mengatakan, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membentuk sebuah komite independen. Komite ini akan meninjau kembali penanganan krisis atas demonstrasi yang makin keras sejak dimulai.

"Kami mencari kandidat yang relevan dan kami sudah memulai pekerjaan persiapan, jadi kami berharap kami akan membuat beberapa kemajuan dalam jangka pendek," kata Cheung.

Komentar Cheung muncul sebagai jawaban atas pertanyaan penanganan terhadap demonstran yang dilakukan polisi atau pemerintah. Namun, salah satu tuntutan pemrotes adalah penyelidikan independen atas dugaan kebrutalan polisi. Beberapa kritik di media sosial mengatakan, komite seperti itu akan gagal dalam penyelidikan independen yang mereka tuntut.

Hong Kong telah terlihat relatif tenang sejak pemilihan lokal pekan lalu yang memberikan kemenangan luar biasa bagi para kandidat pro unjuk rasa. Tetap saja, para aktivis tampak tertarik untuk mempertahankan momentum gerakan mereka.

Walaupun kelompok pro demokrasi memenangkan pemilihan distrik pekan lalu. Pengunjuk rasa pro-demokrasi terus menekan pemerintah atas kekerasan yang dilakukan polisi selama gejolak politik.

Dalam kerumunan di taman kota, mereka bersama-sama menyanyikan "Glory to Hong Kong" yang telah menjadi lagu protes tidak resmi. Banyak dari demonstran meletakkan tangan mereka di udara dengan lima jari terentang, simbol gerakan pro demokrasi.

Beberapa pemrotes muda mengibarkan bendera Amerika Serikat (AS), tanda apresiasi setelah Presiden Donald Trump pekan ini menandatangani rancangan undang-undang (RUU) yang mendukung para pengunjuk rasa. Penandatanganan UU itu disetujui oleh Senat dan semua pihak, kecuali satu anggota House of Representative pada pekan lalu.

UU itu mengharuskan Departemen Luar Negeri AS memastikan Hong Kong mempertahankan otonomi mereka. Selama otonomi dipertahankan, AS membantu posisi mereka sebagai pusat keuangan dunia. Undang-undang itu juga memberi ancaman terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

UU tersebut dirasakan dapat merusak perundingan untuk mengakhiri perang dagang AS-Cina. Wakil Menteri Luar Negeri Cina Le Yucheng memberitahu Duta Besar AS Terry Branstad langkah itu melanggar kedaulatan Cina.

"Pelanggaran serius dalam hukum internasional," tulis pernyataan Kementerian Luar Negeri Cina.

Le pun mendesak AS tidak mengimplementasikan UU itu untuk mencegah makin memburuknya hubungan AS-Cina.

(ap/reuters ed: dewi mardiani)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement