REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersuara terkait wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurut Jokowi, wacana tersebut dimunculkan karena ada pihak yang ingin menjerumuskannya hingga mencari muka kepadanya.
Kendati demikian, ia enggan menyebut lebih detil siapa pihak yang ingin menjerumuskannya dengan wacana penambahan masa jabatan presiden itu.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu, satu ingin menampar muka saya, kedua ingin cari muka, ketiga ingin menjerumuskan. Itu aja," ujar Jokowi saat berbincang dengan awak media Istana di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12).
Jokowi menyampaikan, amandemen hanya diperlukan untuk urusan haluan negara. Namun, wacana yang muncul saat ini justru sebaliknya.
"Sejak awal, sudah saya sampaikan, saya ini produk dari pemilihan langsung. Sehingga, saat itu ada keinginan untuk amendemen, jawaban saya, apakah bisa amendemen dibatasi? Untuk urusan haluan negara, jangan melebar ke mana-mana. Kenyataannya seperti itu kan. Presiden dipilih MPR, presiden 3 periode, presiden satu kali delapan tahun," jelas dia.
Karena itu, menurutnya tak perlu dilakukan amandemen. Sebaiknya, pemerintah lebih berkonsentrasi menghadapi berbagai tekanan eksternal yang tak mudah diselesaikan.
"Jadi, lebih baik, tidak usah amendemen. Kita konsentrasi aja ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," ujar Jokowi.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Arsul Sani menyampaikan rencana penambahan masa jabatan presiden tak berasal dari MPR. Menurutnya, isu tersebut dibacanya dari media daring.
Arsul juga menyebut, salah satu yang mengusulkan rencana tersebut yakni mantan ketua umum PKPI AM Hendropriyono. Kemudian, isu serupa juga disampaikan PSI yang mengusulkan agar masa jabatan presiden tujuh tahun dan hanya satu periode.
Tak hanya itu, rencana penambahan masa jabatan dari dua periode menjadi tiga periode juga disebutnya pernah disampaikan oleh politikus Partai Nasdem di DPR.