REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Serangan harimau ke tiga orang warga di Sumatra Selatan (Sumsel) terjadi di kawasan habitat harimau. Serangan di habitat harimau membuat hewan tersebut tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena warga khususnya petani sudah diingatkan sebelumnya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Martialis Puspito di Musi Rawas, Selasa (3/12), mengatakan, ada tiga laporan konflik berupa serangan harimau di tiga wilayah berbeda dalam satu bulan terakhir.
"Dari pemeriksaan tim di lapangan, serangan terjadi di kantong-kantong harimau. Maka dimungkinkan warga lah yang memasuki habitat si harimau," ujar Martialis.
Dalam catatanya, serangan harimau pertama terjadi di Tugu Rimau Gunung Dempo pada 16 November 2019. Akibatnya seorang wisatawan bernama Irfan (19) terluka, lalu serangan kedua pada 17 November 2019 di Desa Pulau Panas Kabupaten Lahat yang mengakibatkan seorang petani bernama Kuswanto (58) tewas.
Kemudian serangan ketiga pada 2 Desember 2019 di Desa Rimba Candi Kota Pagaralam mengakibatkan seorang petani terluka. Di lokasi tersebut warga melihat seekor anak harimau.
Menurut dia harimau di Wilayah Pagaralam diduga berasal dari dua kantong. Yakni kantong Bukit Dingin seluas 63.000 hektare bentangan dari Kabupaten Lahat, Kota Pagaralam, Kabupaten Empat Lawang dan kantong Jambul Patah Nanti seluas 282.000 hektare bentangan dari Kabupaten Lahat, Kota Pagaralam, Kabupaten Muara Enim.
Kemunculan harimau yang dilaporkan warga di Tugu Rimau dan Gunung Dempo juga disertai suara raungan beberapa kali. Hal itu biasanya menandakan harimau sedang mencari sesuatu atau hendak kawin.
"Dugaan kami harimau sedang mencari sesuatu. Mungkin mencari anaknya," tambahnya.
Sementara serangan yang menewaskan seorang petani di Desa Pulau Panas, kata dia diduga kuat petani tersebut sedang menebang pohon di kawasan hutan lindung habitat harimau karena ditemukan mesin pemotong, tiga tunggul kayu dan papan 17 keping.
Konflik di kantong-kantong harimau menunjukkan aktivitas manusia dalam kawasan hutan lindung berisiko menimbulkan interaksi dengan harimau karena hutan lindung menjadi habitatnya. "Tentunya aktivitas manusia dalam kawasan hutan lindung berdampak pada degradasi kawasan yang menjadi habitat harimau," ungkapnya.
Martialis juga menegaskan harimau merupakan hewan non-agresif yang kecenderungan menyerangnya sangat kecil saat bertemu manusia. Kecuali jika harimau mendapat ancaman serius dari manusia.
Selain itu laporan-laporan warga terkait pertemuan dengan harimau beberapa pekan terakhir juga mayoritas terjadi di dalam habitat harimau itu sendiri. Sehingga BKSDA hanya bisa mengimbau agar warga menjauhi habitat harimau.