REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menyeleksi kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu mana saja yang akan diselesaikan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Langkah tersebut akan diambil setelah Rancangan Undang-undang (RUU) KKR dipastikan masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas).
"Setelah nanti UU KKR dibahas, kalau itu jadi, pemerintah, yang kali ini diwakili Menko (Polhukam), dan di situ ada Jaksa Agung, melakukan verifikasi mana mana saja sih yang tidak bisa dibawa ke yudisial," ujar Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi, di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (4/12).
Ia menyampaikan, pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan masalah dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut dia, kasus-kasus itu dibagi menjadi tiga kategori, yakni yang dapat diproses hukum, yang proses hukumnya sudah berjalan, dan yang tidak bisa diproses.
KKR, kata dia, diperlukan untuk menjawab kasus-kasus yang tidak dapat diproses melalui jalur hukum. "Kalau yang tidak bisa diproses ya harus cari jalan ya. Masa ya pengen terus-menerus dibiarkan begitu saja. Kalau dibiarkan begitu saja kan tidak ada kepastian," terangnya.
Untuk saat ini, pemerintah belum melakukan pengklasifikasian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu mana saja yang masuk ke setiap kategori tersebut. Pemerintah masih menunggu Rancangan UU KKR masuk ke dalam polegnas untuk dibahas di DPR.
"Belum, belum, makanya ini kan lagi mendalami dulu. Setelah kita mendalami ini, kemudian kan prosesnya harus melalui prolegnas," katanya.
Sebelumnya, Komisi Nasional HAM telah membicarakan soal (KKR) dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Komnas HAM memberikan masukan kepada Mahfud, keluarga para korban harus diajak bicara dan kemudian perlu ditemukan formula yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan HAM itu.
"Nanti harus dipilih formulanya seperti apa. Yang yudisial juga misalnya yang harus ke peradilan seperti apa, kasus yang mana, itu nanti akan bicarakan lebih jauh," Senin (25/11).
Di samping itu, Mahfud MD mengatakan, peta jalan terkait KKR sudah ada sejak lama. Ke depan, hanya perlu dibicarakan lebih lanjut akan seperti apa. Kini, ia masih menunggu Rancangan Undang-Undang KKR untuk masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
"Pasti (mengajak bicara LSM dan keluarga korban). Namanyakan mencari penyelesaian masalah secara komprehensif pasti semua elemen terkait diundang. Semua akan kita dengar. Akan tetapi semua harus fair," ungkap dia.