REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy, mengatakan, pemerintah perlu meyakinkan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat bahwa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) akan bekerja tanpa diskriminasi dan tidak akan ada impunitas. Impunitas, yaitu kondisi tidak dapat dipidana atau ketidakmungkinan membawa pelaku pelanggaran hak asasi manusia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya baik dalam proses peradilan.
"Tugas pemerintah adalah meyakinkan orang-orang korban ini, yang masih belum yakin bahwa KKR itu akan membuat kehidupan lebih baik ke depan, tanpa diskriminasi dan tidak akan ada impunitas," ujar Ahmad di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (4/12).
Selain kepada pihak korban, Ahmad mengatakan, pemerintah juga perlu meyakinkan pihak terduga pelaku bahwa pengakuan salah dan meminta maaf kepada pihak korban bukanlah sesuatu yang hina. "Itu kehormatan. Maka, kalau itu bisa dilakukan dengan segera, maka KKR bisa berjalan dengan baik itu," katanya.
Pemerintah berencana menyeleksi kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu mana saja yang akan diselesaikan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Langkah tersebut akan diambil setelah Rancangan Undang-undang (RUU) KKR dipastikan masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas).
"Setelah nanti UU KKR dibahas, kalau itu jadi, maka pemerintah yang kali ini diwakili Menko (Polhukam), dan di situ ada Jaksa Agung, maka melakukan verifikasi mana mana saja sih yang tidak bisa dibawa ke yudisial," ujar Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi.
Ia menyampaikan, pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan masalah dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut dia, kasus-kasus itu dibagi menjadi tiga kategori, yakni yang dapat diproses hukum, yang proses hukumnya sudah berjalan, dan yang tidak bisa diproses.
KKR, kata dia, diperlukan untuk menjawab kasus-kasus yang tidak dapat diproses melalui jalur hukum. "Kalau yang tidak bisa diproses ya harus cari jalan ya. Masa ya pengen terus-menerus dibiarkan begitu saja. Kalau dibiarkan begitu saja kan tidak ada kepastian," terangnya.
Untuk saat ini, pemerintah belum melakukan pengklasifikasian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu mana saja yang masuk ke setiap kategori tersebut. Pemerintah masih menunggu Rancangan UU KKR masuk ke dalam polegnas untuk dibahas di DPR.
"Belum, belum, makanya ini kan lagi mendalami dulu. Setelah kita mendalami ini, kemudian kan prosesnya harus melalui prolegnas," katanya.