REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Cina meminta Amerika Serikat (AS) untuk mencegah rancangan undang-undang (RUU) terkait etnis Uighur di Xinjiang menjadi undang-undang. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Kamis (5/12).
"Kami minta AS untuk memperbaiki kesalahannya sekaligus mencegah RUU ini menjadi undang-undang dan berhenti menggunakan masalah terkait Xinjiang untuk mencampuri urusan dalam negeri Cina," tutur dia.
Chunying menambahkan bahwa Cina akan mengambil tindakan lebih lanjut sesuai dengan situasi yang berkembang. Bagi Cina, RUU yang dirancang AS itu merupakan bentuk pelanggaran hukum dan norma internasional yang mengatur soal hubungan internasional. RUU itu juga bentuk upaya AS mencampuri urusan dalam negeri Cina.
"Kami menyatakan posisi kami dengan jelas kepada AS bahwa karena Xinjiang adalah bagian dari Cina. Maka urusannya murni urusan dalam negeri yang tidak memungkinkan adanya campur tangan asing," kata Chunying.
Chunying juga menyampaikan, RUU tentang etnis Uighur itu dengan sengaja merusak kondisi hak asasi manusia di Xinjiang, memfitnah upaya Tiongkok dalam deradikalisasi dan anti-terorisme, dan dengan kejam menyerang kebijakan Xinjiang Pemerintah Cina.
Pada Selasa kemarin, Dewan Perwakilan AS menyetujui RUU tersebut yang dimaksudkan untuk menekan Beijing atas tindakannya di wilayah Xinjiang yang mayoritas penduduknya Muslim.
Undang-undang tersebut mengutuk penahanan lebih dari satu juta warga Uighur, Kazakstan, dan minoritas lainnya di kamp-kamp 'pendidikan ulang'. Cina juga dituduh 'secara sistematis melakukan diskriminasi' terhadap warga Uighur dengan menyangkal hak-hak sipil dan politik mereka, termasuk kebebasan berekspresi, agama, pergerakan, dan pengadilan yang adil. RUU itu masih membutuhkan pengesahan oleh senat dan tanda tangan presiden untuk menjadi hukum.