REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para anggota Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) menyumbang mayoritas pangsa pasar penonton film Indonesia. Menurut Ketua APFI Chand Parwez Servia, sepak terjang APFI diharapkan dapat menjadi lokomotif bagi kemajuan industri perfilman Tanah Air.
Produktivitas para anggota APFI tercatat telah menyumbang sekitar 70 persen dari pangsa pasar penonton film Indonesia. Dalam empat tahun terakhir, kata Parwez Servia, film Indonesia terbukti bisa bangkit dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Parwez mengatakan hal itu terbukti dari banyaknya judul-judul film Indonesia yang sukses meraih jutaan penonton dan mengalahkan film-film asing yang diproduksi studio ternama. “Sudah terbukti bahwa kita bisa, mari terus jaga
momentum ini,” tutur Parwez dalam siaran persnya yang diterima Republika, hari ini.
Hal ini juga didukung oleh data dari Pusat Pengembangan Perfilman Indonesia (Pusbangfilm) Kemendikbud. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penonton film Indonesia meningkat lebih dari tiga kali lipat dari 15 juta penonton pada 2015 menjadi hampir 50 juta penonton pada akhir 2018.
Parwez Servia mengatakan asosiasi yang dipimpinnya akan terus menghadirkan film-film bermutu yang bukan hanya menghibur, namun juga mendidik, membawa pesan moral yang baik dan sukses secara komersial. Komitmen APFI dalam memajukan industri perfilman Indonesia juga tercermin dalam penyelenggaraan kongres kedua APFI pada Sabtu (7/12). Kongres yang dihadiri oleh Ketua Dewan Pengawas APFI Erick Tohir dan Dede Yusuf selaku Anggota Kehormatan APFI ini turut membahas sejumlah permasalahan dalam industri perfilman tanah air.
Beberapa permasalahan yang dibahas dalam kongres ini antara lain pembajakan film, pendaftaran judul dan permasalahan hak atas judul film serta peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di perfilman Indonesia. Sekretaris APFI Celerina Judisari menambahkan, APFI masih punya tantangan besar yakni bagaimana film-film Indonesia dapat menembus pasar internasional.
"Tentu semua aspek dari kegiatan perfilman harus kita tingkatkan, melalui pelatihan, penelitian dan interaksi dengan komunitas perfilman global," jelas Celerina.
Kongres yang dihadiri oleh tujuh dari delapan anggota APFI ini turut mengukuhkan para pengurus periode 2019-2023. Saat ini, APFI telah menerima tiga perusahaan perfilman ternama Indonesia sebagai anggota baru yaitu Hitmaker, Visinema Pictures dan Screenplay Bumilangit.
Penambahan anggota ini semakin memperkuat jaringan APFI yang didirikan pada 2015 oleh tujuh perusahan film. Ketujuh perusahaan film tersebu5 adalah Starvision, Maxima Pictures, Mahaka Pictures (Celerina Judisari), Falcon Pictures (HB Naveen), Rapi Films (Gope Samtani), Soraya Intercine Film (Ram Soraya), Mizan Pictures (Putut Widjanarko) dan Dede Yusuf sebagai Anggota Kehormatan. Dengan keterlibatan yang aktif dari 11 anggota APFI ini diharapkan APFI akan mampu menjadi lokomotif industri perfilman Indonesia.
Hitmaker Studios didirikan pada tahun 2012 oleh Rocky Soraya. Hitmaker Studios berhasil memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai sutradara pertama di Indonesia yang berhasil menembus angka di atas satu juta penonton dalam empat karya film bergenre horor secara berturut-turut.
Visinema Pictures yang didirikan oleh Angga Dwimas Sasongko pada 2008 adalah perusahan film yang sudah melahirkan sejumlah film nasional box office. Beberapa di antaranya adalah Cahaya Dari Timur: Beta Maluku (2010), Filosofi Kopi (2015) dan Keluarga Cemara (2019).
Screenplay Bumilangit yang didirikan pada 2003 dan saat ini dipimpin oleh Bismarka Kurniawan dan Wicky V Olindo. Screenplay Bumilangit telah melahirkan sejumlah karakter film dan komik yang lebih dikenal dengan Bumi Langit Universe, salah satunya yang dianggap paling fenomenal adalah film Gundala (2019) yang dibintangi Abimana Aryasatya.