Selasa 10 Dec 2019 12:48 WIB

Jihad dan Khilafah Dipindah dari Pelajaran Fikih ke Sejarah

Materi jihad dan khilafah akan diberikan perspektif yang produktif dan kontekstual.

Ilustrasi Siswa Madrasah
Foto: Antara/Syaiful Arif
Ilustrasi Siswa Madrasah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Fuji Eka Permana

Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya merespons kritik publik dan DPR atas pencabutan materi jihad dan khilafah dari soal ujian dan kajian pelajaran di madrasah.  Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan telah mendengar penolakan berbagai kalangan itu dan siap membahas kembali materi yang dinilai berbau radikalisme tersebut.

Baca Juga

Ia mengindikasikan, persoalan khilafah dan perang yang diajarkan di kurikulum terdahulu sebenarnya tak bermasalah. Kendati demikian, ada pengajar yang menyimpangkan materi tersebut.

“(Soal khilafah) di sejarah Islam kan itu ada. Pengalaman lalu, ndak tahu kesalahannya di mana, yang pengajarnya justru yang menyimpang ke mana-mana, mengampanyekan khilafah. Kalau di sejarah Islam, kan pasti ada," ujar Fachrul di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (9/12).

Namun demikian, kata Fachrul, Kemenag tetap akan mempertimbangkan untuk membatasi kemungkinan khilafah, jihad, dan perang disalahgunakan, baik dari materi maupun pengajar. "Dua-dua, materinya juga kita waspadai, dikasih batasnya supaya enggak ngembang ke mana-mana, pengajarnya juga," ujar dia.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag, Kamaruddin Amin menyampaikan, materi khilafah dan jihad akan diberikan perspektif yang lebih produktif dan kontekstual. Materi tentang khilafah dan jihad juga tidak ada lagi dalam pelajaran fikih karena dipindahkan ke pelajaran sejarah Islam.

Mengenai tujuan dibuatnya perspektif baru tentang khilafah dan jihad, Kamaruddin menyampaikan, supaya anak-anak dan guru-guru paham betul tentang konteks Indonesia dan konteks sejarah Islam. Jadi kira-kira religiusitas dan nasionalisme itu harus ditanamkan bersamaan dengan pelajaran-pelajaran agama.

"Pelajaran agama itu berfungsi instrumental untuk menanamkan, menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan yang moderat, yang nasionalis, religius, jadi kira-kira hal itu yang ditanamkan," kata Kamaruddin kepada Republika di Kantor Kemenag, Senin (9/12).

Dia mengatakan, pelajaran agama bertujuan agar anak-anak rajin beribadah dan nilai religiusitasnya tinggi. Tetapi, di sisi lain mereka memiliki pengetahuan dan pemahaman artikulasi keberagamaan yang nasionalis.

Kamaruddin kembali menegaskan, khilafah dan jihad tidak dihapus dari pelajaran. Hanya saja dipindahkan tempatnya dari pelajaran fikih ke pelajaran sejarah.

"Jadi fakta bahwa pernah ada khilafah dalam sejarah peradaban Islam itu tidak bisa ditutupi, itu fakta adanya pernah ada dalam sejarah peradaban Islam, mulai dari Khulafaur Rasyidin sampai jatuhnya Turki Usmani tahun 1924 itu tetap disampaikan," ujarnya.

Dirjen Pendis menyampaikan, nantinya disampaikan kepada peserta didik bahwa, khilafah itu tidak cocok lagi untuk konteks Indonesia. Sebab, Indonesia adalah negara bangsa yang sudah memiliki konstitusi. Sekarang di dunia ini sudah tidak ada lagi negara Islam yang menerapkan khilafah.

Menurutnya, negara Islam ada yang bentuknya republik, kerajaan dan sekuler. Mereka sudah memilih berbagai sistem pemerintahan.

"Jadi khilafah itu sudah tidak ada, pernah ada dulu dalam pelajaran sejarah, sekarang sudah tidak ada lagi dan sudah tidak cocok dalam konteks Indonesia karena sudah menjadi negara bangsa," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, bahwa jihad tidak ada lagi dalam materi fikih dan perspektifnya diubah. Sehingga, jihad itu tidak lagi harus berperang dan tidak harus fisik, termasuk belajar masuk ke dalam perspektif baru soal jihad.

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada Kemenag, Ahmad Umar menjelaskan, sebagai bagian mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam, khilafah disampaikan dalam konteks sejarah kebudayaan yang lebih menitik beratkan pembangunan peradaban sejak zaman Nabi, Khulafarurrasyidin, Daulah Umayyah, Abasiyah hingga Turki Usmani. Termasuk perkembangan Islam modern serta relasinya dengan kepemimpinan bangsa dan negara.

"Pelajaran khilafah diorientasikan untuk memberikan wawasan pengetahuan kepada peserta didik tentang keragaman sistem pemerintahan dalam sejarah Islam hingga era negara bangsa,” ujarnya.

Kemenag menyampaikan, selain khilafah, penyesuaian juga dilakukan dalam materi pelajaran tentang jihad. Materi jihad tidak semata membahas perkembangan perjuangan Islam sejak zaman Nabi, Khulafaurrosidin sampai ulama, tapi juga tentang dinamika jihad kontemporer. Misalnya, mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun peradaban, dan pembaharuan pemikiran.

"Jadi pembahasan jihad bukan semata soal perang, tetapi juga tentang daya juang yang tinggi dalam setiap perjuangan peradaban,” jelas Umar.

photo
Periode Kota-Kota Islam

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement