Selasa 10 Dec 2019 14:36 WIB

Mahfud: Demokrasi Buat Penyelesaian Kasus HAM Lambat

Penyelesaian kasus HAM dinilai perlu melibatkan banyak pihak.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan sambutan pada Peringatan Hari Hak Asasi manusia Sedunia ke-71 Tahun 2019 di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Selasa (10/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan sambutan pada Peringatan Hari Hak Asasi manusia Sedunia ke-71 Tahun 2019 di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Selasa (10/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Koordinator Bidang Politik,  Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD mengakui penyelesaikan kasus hak asasi manusia (HAM) yang sudah terjadi puluhan tahun silam sulit diselesaikan.

Hal tersebut, bukan hanya terkait dengan obyek, subyek, dan alat bukti, tapi sistem demokrasi di Indonesia membuat penyelesaikan kasus ini harus dibicarakan lebih lama.

Baca Juga

"Ini harus disadari dan dimaklumi. Perlu disadari lambat atau launnya ini karena kita sudah demokrasi, lebih berpengalaman," ujar Mahfud saat memberikan paparan dalam peringatan hari HAM se-Dunia di Gedung Merdeka, Bandung, Selasa (10/12). 

Dalam salah satu poin yang disampaikan Mahfud, lambatnya penanganan kasus HAM adalah konsekuensi dari sistem demokrasi yang dianut Indonesia.

Mahfud mengatakan, ketika ada sebuah kasus HAM yang ingin diselesaikan atau dituntut oleh masyarakat maka akan ada diskusi antara pemangku kebijakan baik di lingkup eksekutif dan lembaga lainnya.

Hal ini, membuat persoalan tersebut alot karena tidak semua pihak setuju untuk menuntaskan satu kasus dan lebih mendahulukan perkara lain.

Menurut Mahfud, ketika pemerintah ingin menyelesaikan satu hal secara cepat sebenarnya bisa saja. Namun, itu tidak bisa dijalankan karena nantinya hanya bersifat otoriter, bukan demokrasi.

"Makanya harus rembug bersama secara demokratis. Tapi ke depannya kita harus sportif untuk mendukung dan membuat keputusan yang sama dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM masa lalu," paparnya.

Saat ini, kata dia, pemerintah coba memberikan hak asasi kepada seluruh masyarakat dalam cakupan yang lebih luas. Yakni, ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob). Misalnya, pemerintah telah memperbaiki jaminan kesehatan, perbaikan akses pendidikan, dan melakukan pembangunan yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

"Dan ini kadang tidak dilihat. Yang dilihat hanya masalah HAM dulu. Padahal ini harus dilihat sebagai kerangka besar, angan hanya politik apalagi kalau pelanggaran hukum yang dipolitisiasi," katanya

Untuk sektor pendidikan, kata Mahfud, misalnya, pemerintah sudah memilki anak-anak muda dari Papua untuk bisa mendapat akses lebih mudah ke pendidikan. Banyak lulusan SMA yang dipermudah masuk ke kampus-kampus pilihan seperti ITB, UGM, dan UI. Sebelumnya, masih sedikit siswa SMA yang lulus tes ke kampus tersebut.

Mahfud pun meminta masyarakat bisa bersikap optimis dengan persoalan HAM dan pemenuhan hak asasi secara merata. Sebab, saat ini sudah banyak lembaga yang bisa menangani HAM seperti Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi, Ombudsman, dan lembaga lain yang serius memberikan hak sama kepada masyarakat.

"Jadi pasca-1998 ini penegakan HAM lebih bersungguh-sungguh dan lebih maju secara konseptual," kata Mahfud.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement