REPUBLIKA.CO.ID, SEATTLE -- Boeing akan menghentikan produksi 737 Max pada Januari 2020. Sebelumnya, produksi 737 Max terus berlanjut selama sembilan bulan setelah dua kecelakaan fatal yang menimpa Lion Air dan Ethiopian Airlines.
Boeing yang berbasis di Seattle, Washington, merupakan salah satu eksportir pesawat terbang terbesar di Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah pernyataan, Boeing mengatakan, meski produksi 737 Max berhenti, perusahaan tidak akan melakukan pengurangan karyawan.
Namun, berhentinya produksi diperkirakan akan memengaruhi penjualan perusahaan. "Mengembalikan 737 Max ke layanan adalah prioritas utama kami," ujar Boeing dalam pernyataan yang dilansir BBC.
"Kami tahu bahwa proses persetujuan 737 Max untuk kembali melayani penumpang dan menentukan persyaratan pelatihan yang tepat harus luar biasa teliti dan kuat untuk memastikan bahwa regulator, pelanggan, dan masyarakat penerbangan kami memiliki kepercayaan diri dalam pembaruan 737 Max."
Analis industri perjalanan Henry Herteveldt mengatakan, keputusan untuk menghentikan produksi pesawat terbang sebelumnya belum pernah terjadi. Menurut dia, produksi 737 Max yang berhenti akan berdampak besar pada Boeing dan maskapai penerbangan.
"Ini akan menciptakan kekacauan bagi maskapai penerbangan, dalam hal ini ada 600 perusahaan yang merupakan bagian dari rantai pasokan 737 Max dan Boeing," ujar Herteveldt.
Saham Boeing turun lebih dari 4 persen pada Senin (16/12), di tengah spekulasi bahwa perusahaan akan mengumumkan penghentian produksi 737 Max. Selain itu, penghentian produksi diperkirakan akan membuat Boeing merugi sebesar 9 miliar dolar AS.
Boeing masih memiliki 400 unit 737 Max yang akan dikirim kepada pelanggan. Sementara, sebagian besar maskapai penerbangan di seluruh dunia telah menangguhkan kontrak pembelian hingga regulator penerbangan menyatakan bahwa 737 Max layak terbang dan aman.