Selasa 17 Dec 2019 11:11 WIB

Xi Jinping: Ini Saat Tersuram Hong Kong

Pemerintah pusat Cina menegaskan dukungannya terhadap kepemimpinan Lam.

Peserta aksi Hong Kong menyalakan senter dari smartphone mereka saat berkumpul di jalanan Hong Kong, Ahad (8/12). Enam bulan berlalu, aksi demonstrasi Hong Kong masih berlangsung.
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Peserta aksi Hong Kong menyalakan senter dari smartphone mereka saat berkumpul di jalanan Hong Kong, Ahad (8/12). Enam bulan berlalu, aksi demonstrasi Hong Kong masih berlangsung.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang mengulangi dukungan mereka kepada Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, Senin (16/12). Namun, Xi juga menyatakan bahwa Hong Kong menghadapi tahun tersuram dan paling rumit sejak dikembalikan Inggris kepada Cina pada 1 Juli 1997.

"Situasi di Hong Kong pada 2019 adalah yang paling kompleks dan sulit sejak kembali ke ibu pertiwi. Pemerintah pusat sepenuhnya mengakui keberanian dan asumsi tanggung jawab yang telah Anda tunjukkan dalam masa-masa yang luar biasa ini di Hong Kong," kata Xi saat bertemu Lam pada Senin (16/12).

Baca Juga

Pada kesempatan itu, Xi kembali menegaskan sikap Cina dalam merespons krisis Hong Kong. Tekad Cina, kata dia, tak akan goyah dalam membela keamanan dan kedaulatan nasionalnya. Beijing pun menentang intervensi asing dalam masalah Hong Kong.

Sementara itu, Li mengatakan, gejolak yang terjadi karena rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi telah merusak seluruh lapisan masyarakat Hong Kong. Li menegaskan dukungan pemerintah pusat Cina terhadap kepemimpinan Lam.

"Dalam satu tahun terakhir, politik, ekonomi, dan masyarakat kami telah menghadapi masalah-masalah yang besar," kata Lam saat bertemu dengan Li.

photo
Presiden China Xi Jinping bertemu Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. (ilustrasi)

Lam sedang melakukan kunjungan selama empat hari ke Beijing. Ia tiba di Beijing pada Sabtu pekan lalu. Kunjungan tersebut merupakan kunjungan perdananya ke Cina setelah mengalami kekalahan telak pada pemilu November lalu.

Pada pemilu bulan lalu kandidat pro demokrasi meraih kemenangan besar dengan mengamankan 347 dari 452 kursi yang diperebutkan. Sebaliknya, hal tersebut menjadi kekalahan telak bagi pemerintahan Lam yang pro Beijing.

Lam mengakui hasil pemilu mencerminkan ketidakpuasan masyarakat atas situasi dan kondisi yang melanda Hong Kong selama enam bulan terakhir. Gelombang demonstrasi yang masih berlanjut membuat perekonomian Hong Kong terpukul.

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah RUU ekstradisi. Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana.

Jika disahkan, RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke Cina daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut. Namun, hal itu tak serta-merta menghentikan aksi demonstrasi.

Massa menuntut Lam mundur dari jabatannya sebagai pemimpin eksekutif. Lam dianggap terlalu lekat dengan Beijing. Massa pun mendesak agar aksi kekerasan oleh aparat keamanan diusut tuntas. n kamran dikarma/lintar satria/reuters/ap ed: yeyen rostiyani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement