REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Olimpian Indonesia sekaligus mantan atlet tenis nasional Yayuk Basuki merupakan salah satu yang ikut khawatir atas dampak buruk yang kemungkinan terjadi dari kegiatan transfer atlet itu.
Maka peraturan tersebut, menurutnya, menjadi sebuah urgensi lantaran kian banyak para atlet nasional yang dikontrak untuk mewakili daerah lain hanya karena diiming-imingi bonus melimpah.
"Event-event seperti Porda dan PON merusak mental atlet. Atlet Porda bisa dikontrak Rp300 juta, atlet PON Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar. Ini regulasinya harus diatur," ujar Yayuk di Jakarta, Rabu.
Menurut Yayuk, apabila kondisi tersebut terus dibiarkan, maka esensi PON bukan untuk menjadi juara, melainkan semata-mata hanya untuk mencari uang. KONI sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap kejuaraan nasional, lanjut dia, wajib mengawal revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN).
"KONI harus mengawal revisi Undang-Undang. Perpindahan atau transfer atlet ini harus diatur. Jadi atlet tidak akan pindah main ke daerah lain," katanya menegaskan.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PRSI Wisnu Wardhana menambahkan bahwa pertandingan nasional seperti Porda dan PON justru menghambat pembinaan atlet di Pelatnas ketika akan menghadapi ajang multi-cabang seperti SEA Games.
"Pertandingan lokal menjadi kendala untuk pembinaan level nasional. Dalam persiapan SEA Games pun kita masih terkendala oleh atet yang memilih tampil di Porda karena bayarannya lebih banyak dan menangnya lebih mudah," tutur Wisnu.
Wisnu pun turut mendukung agar pemerintah segera membuat kebijakan yang mengatur hal tersebut sehingga kendala yang sebetulnya sangat fundamental itu bisa dibenahi.