REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira/Lintar Satria
WASHINGTON -- House of Representative atau DPR AS mengambil langkah bersejarah untuk memakzulkan Presiden Donald Trump. Dalam pemungutan suara, Kamis (19/12), Dewan memberikan suara dari dua dakwaan kepada Trump yang hampir seluruhnya mendukung pemakzulannya. Trump pun resmi dimakzulkan oleh DPR.
Dilansir CNN, DPR memilih 230-197 untuk menuntut Trump dengan penyalahgunaan kekuasaan. Sementara untuk penghalang Kongres diperoleh 229-198.
Setelah pemakzulan, belum berarti Presiden langsung dipecat. Langkah berikutnya adalah memperoleh keputusan dari Senat serta diputuskan melalui sidang. Dalam sidang, anggota DPR bertindak sebagai jaksa. Sementara anggota Senat sebagai juri. Mayoritas DPR AS berasal dari Partai Demokrat. Senat mayoritas dari Partai Republik.
Untuk melengserkan seorang presiden dari jabatannya, dibutuhkan sepertiga suara dari 100 anggota Senat atau 67 suara. Artinya harus ada 20 anggota Senat dari Partai Republik yang bersedia bergabung dengan langkah yang didorong Partai Demokrat.
Pemakzulan Trump terjadi 85 hari setelah Ketua DPR Nancy Pelosi mengumumkan pembukaan penyelidikan atas Trump. Proses ini akan memiliki konsekuensi jangka panjang di seluruh Washington dan sekitarnya.
"Kami berkumpul hari ini di bawah demokrasi ini untuk menjalankan salah satu kekuatan paling khidmat yang dapat diambil oleh badan ini 'Pemakzulan Presiden AS'," kata Pelosi, dikutip Kamis (19/12).
"Jika kita tidak bertindak sekarang, kita akan lalai dalam tugas kita. Sangat tragis bahwa tindakan nekat Presiden membuat pemakzulan diperlukan. Dia tidak memberi kita pilihan," ujarnya menambahkan.
Selama pemungutan suara berlangsung di DPR, Trump sedang berada di Michigan. Ia melanjutkan kampanye Pemilihan Presiden AS 2020.
Dari Michigan, Trump mengutuk keputusan pemakzulan oleh Dewan yang didominasi politikus Demokrat. Ia namun meyakini, anggota Partai Republik di Senat akan menyelamatkannya.
"Pemakzulan partisan yang tidak berdasar hukum ini adalah bunuh diri politik bagi Partai Demokrat," ujar Trump saat berkampanye untuk pemilihannya kembali.
Trump kini menjadi presiden ketiga yang dimakzulkan oleh DPR atas tuduhan melakukan kejahatan berat dan pelanggaran ringan yang dikutip oleh Konstitusi. Presiden Andrew Johnson pada tahun 1868 dan Presiden Bill Clinton pada tahun 1998 juga pernah dimakzulkan.
Presiden Richard Nixon mengundurkan diri pada tahun 1974 sebelum proses pemakzulan terhadapnya. Sementara, Johnson dan Clinton dibebaskan oleh Senat.
Namun, tidak seperti Johnson dan Clinton, yang didakwa selama masa jabatan kedua mereka, Trump akan menghadapi pemilihan umum kurang dari setahun setelah pemakzulannya. Hal ini dinilai dapat memberikan para pemilih kesempatan untuk memilihnya pada November 2020.
SUCH ATROCIOUS LIES BY THE RADICAL LEFT, DO NOTHING DEMOCRATS. THIS IS AN ASSAULT ON AMERICA, AND AN ASSAULT ON THE REPUBLICAN PARTY!!!!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) December 18, 2019
Keyakinan Gedung Putih
Gedung Putih yakin Senat AS akan membuktikan Presiden Donald Trump tidak bersalah. "Hari ini menandai kulminasi di DPR dari salah satu episode politik paling memalukan dalam sejarah bangsa kami. Tanpa mendapat suara tunggal Republik, dan tanpa menghadirkan bukti kesalahan, Demokrat mendorong pasal tidak sah soal pemakzulan terhadap presiden melalui DPR," kata juru bicara Gedung Putih Stephanie Grisham melalui pernyataan.
"Presiden yakin Senat akan mengembalikan ketertiban, keadilan serta proses yang wajar, yang semuanya diabaikan begitu saja dalam proses di DPR. Trump siap dengan langkah selanjutnya dan yakin bahwa ia sepenuhnya tak bersalah," katanya.
Sejak Trump terpilih Amerika terpecah menjadi dua kelompok. Kantor berita Reuters mengatakan perbedaan pendapat kerap merusak hubungan keluarga dan pertemanan. Perpecahan ini juga terlihat jelas dalam debat dan hasil pemungutan suara.
Politikus di Washington semakin sulit untuk menemukan titik temu. Mereka bentrok di hampir semua isu seperti kebangkitan China dan perubahan iklim.
Berdasarkan jajak pendapat Reuters/Ipsos sebagian besar simpatisan Partai Demokrat ini Trump dimakzulkan sementara simpatisan Partai Republik tidak. Trump yang mengincar periode kedua dalam pemilihan presiden 2020 mengatakan pemakzulan itu didorong 'upaya kudeta'. Alasannya Partai Demokrat masih kesal dengan kekalahan mereka dalam pemilihan presiden 2016.
Presiden Donald Trump melakukan kampanye pemilhannya kembali saat pemakzulannya oleh DPR diputuskan, Kamis (19/12) di Michigan. Trump mengatakan, Partai Demokrat melakukan tindakan bunuh diri.
Kesalahan Trump
Dalam pasal penyalahgunaan kekuasaan, DPR menilai Trump telah melanggar Konstitusi AS dengan meminta Ukraina untuk menyelidiki mantan wakil presiden dan kandidat calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden. Berdasarkan jajak pendapat Biden calon lawan terkuat Trump dalam pemilihan presiden tahun depan.
Trump juga diduga telah mendorong teori konspirasi yang menyatakan bukan Rusia yang mengintervensi pemilihan presiden 2016 tapi Ukraina. Partai Demokrat juga mengatakan Trump menahan bantuan dana militer untuk Ukraina senilai 391 juta dolar AS.
Dana bantuan itu digunakan untuk menghadapi pemberontak yang didukung Rusia. Dana bantuan diberikan setelah sambungan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.
Partai Demokrat menilai dalam sambungan telepon itu Trump meminta Zelenskiy untuk melakukan intervensi dalam pemilihan presiden 2020. Dalam pemungutan suara DPR juga mengesahkan pasal kedua pemakzulan ini.
Trump diduga menghalang-halangi proses penyelidikan pemakzulan yang digelar komite intelijen House. Dengan meminta pejabat pemerintah tidak memenuhi panggil House untuk bersaksi dan menyerahkan dokumen yang diminta.
Video sidang DPR terkait pemakzulan Trump dilihat di link ini.
Setelah Pemakzulan
Proses pemakzulan Trump belum selesai. Dikutip dari Reuters setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam beberapa hari ke depan.
Jumat, 20 Desember 2019
DPR harus menunjuk manajer sebagai perwakilan kasus melawan Trump di Senat. Nama manajer tersebut kemungkinan ditunjuk besok sebelum libur Natal dan Tahun Baru. Atau namanya bisa jadi keluar setelah tahun baru. Ketua DPR Nancy Pelosi, mengatakan masih membutuhkan informasi lebih dari Senat sebelum menunjuk manajer.
Pemimpin Senat dari Partai Republik Mitch McConnell dan anggota Partai Demokrat Chuck Schumer sudah mengutarakan perbedaan pandangan tentang bagaimana persidangan akan dilakukan. Keduanya diduga akan bernegosiasi secara privat dan melalui media di hari-hari ke depan.
Pelosi tidak mengatakan kapan dia akan secara resmi memasukkan pasal pemakzulan ke Senat. Langkah itu penting sebelum persidangan Senat dimulai.
Pelosi mengaku menginginkan sidang yang adil di Senat. Pelosi mungkin saja menemukan McConnell untuk mempercepat prosesnya.
Awal Januari
Sementara itu Trump akan menunggu apakah dia divonis dilengserkan dari jabatannya oleh Senat ketika Kongres kembali bekerja di awal Januari.
Senat AS dikendalikan oleh sekutu Trump di Partai Republik, mereka diduga tidak akan menyatakan Trump bersalah. Sebanyak dua per tiga mayoritas suara dibutuhkan dari 100 anggota Senat untuk melengserkan Trump.
Jaksa Agung John Roberts akan memimpin persidangan. Manajer DPR akan menyampaikan kasusnya terhadap Trump dan tim legal Presiden Trump akan memberi responsnya. Para senator akan bertindak sebagai juri.
Persidangan bisa melibatkan kesaksian dari para saksi. Persidangan akan dilakukan enam hari sepekan selama enam pekan.
McConnell mengatakan mayoritas Senat mengharapkan proses persidangan yang lebih singkat. Caranya dengan melakukan pemilihan suara dari ayat pemaksulan setelah argumen pembuka. Kesaksian saksi mungkin tidak akan diadakan.