REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan tanggapan atas janji yang ditagih Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengenai kredit murah Rp 1,5 triliun. Menurut Sri, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyalurkan Rp 211 miliar untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Aliran tersebut diberikan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP), badan investasi yang mengelola anggaran Rp 1,5 triliun untuk pelaksanaan program Usaha Ultra Mikro (UMi), termasuk UMKM di bawah NU. Setidaknya terdapat lima koperasi afiliasi NU yang sudah menerima dana tersebut.
"Salah satunya Koperasi Sidogiri," ujar Sri ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (26/12).
Dalam tahapan penyaluran, Sri mengatakan, PBNU kemudian meminta agar Kemenkeu memperluas cakupan. Sebab, Koperasi Sidogiri diketahui sudah well established dengan sistem dan unit usaha yang sudah maju. Masyarakat NU yang masuk di dalam koperasi itu juga telah memiliki sistem pembukuan ekonomi yang sangat baik.
Tetapi, Sri menjelaskan, tidak semua koperasi di bawah afiliasi NU memiliki kualitas sebagus Koperasi Sidogiri. Sebagai solusinya saat itu, PBNU meminta kepada Kemenkeu untuk mengalirkannya langsung kepada masyarakat melalui pondok pesantren (ponpes).
Karena ponpes bukan unit ekonomi, Kemenkeu memutuskan menyalurkannya kepada beberapa individu secara langsung. Sayangnya, dalam proses penyaluran, pemberian kredit dengan skema itu tidak dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Salah satu penyebab yang disebutkan Sri adalah minimnya pendampingan dan dukungan terhadap individu penerima kredit.
Ke depannya, Sri berkomitmen, Kemenkeu akan mencoba mengakomodir perubahan skema penyaluran kredit yang diminta PBNU dengan tetap memperhatikan rambu-rambu dan tata kelola. Pasalnya, perubahan skema penyaluran UMi dalam APBN tidak dapat dilakukan secara langsung mengingat masuk ke dalam pos investasi.
"Harus rollover. Beda dengan hibah yang diberikan seperti PKH (Program Keluarga Harapan) yang kita berikan ke keluarga yang tidak mampu," katanya.
Sri menjelaskan, penyaluran kredit ini berawal dari Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah dengan PBNU dan organisasi masyarakat lain dalam APBN 2017. Saat itu, pemerintah mengalokasikan dana Rp 1,5 triliun untuk mendukung penguatan para pengusaha di level ultramikro, yaitu yang tidak memiliki akses kepada pembiayaan. Di dalamnya termasuk level grassroot yang ada di dalam afiliasi dengan organisasi kemasyarakatan seperti NU.
Operasionalisasi dari anggaran tersebut dilakukan dengan menyalurkan kredit ultramikro melalui beberapa lembaga atau channeling. Sebut saja PT Bahana Artha Ventura, PT Permodalan Madani Nasional dan PT Pegadaian. Termasuk juga melalui PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemenkeu yang sudah menyalurkan ke lima koperasi terafiliasi dengan PBNU.
Sri mengakui, menyalurkan kredit ultramikro tidak mudah. Salah satu tantangan paling berat adalah jumlah pengusaha yang banyak, namun volume kredit kecil.
"Ini alasannya, kenapa kita membutuhkan banyak sekali intermediary (perantara keuangan) yang baik," ucapnya.
Tetapi, Sri memastikan, pihaknya terus mendukung untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Intervensi akan dilakukan dari berbagai hal, termasuk penyaluran kredit ultramikro, pembangunan infrastruktur, pemberian dana desa ataupun sumbangan lain yang diberikan kepada masyarakat di kelas akar rumput. Khususnya terhadap mereka yang sulit mendapatkan akses pembiayaan.