REPUBLIKA.CO.ID, Bencana banjir melanda Ibu Kota Jakarta pada pengujung akhir 2019 dan awal 2020. Wilayah penyangga, seperti Bekasi dan Bogor --sebagai bagian dari Jabodetabek-- pun tak luput dari banjir, longsor, akibat curah hujan yang ekstrem yang terjadi sejak Selasa (31/12) 2019 sore.
Hingga Kamis (2/1), laporan-laporan menyebutkan ada wilayah di Jakarta yang sudah surut, namun tidak sedikit yang masih tergenang. Sejumlah tempat umum, rumah ibadah, selalu menjadi tempat yang menjadi sarana bagi korban yang mengungsi untuk berpindah sementara karena hunian mereka tidak bisa ditempati.
Ancaman datangnya banjir lanjutan pun menjadi keniscayaan karena menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, sesuai prakiraan lembaga yang dipimpinnya itu, wilayah Jabodetabek masih bakal diguyur hujan lebat. Saat Rapat Koordinasi Banjir Jabodetabek di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (2/1), ia mengingatkan masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir, longsor, dan angin kencang.
"Karena hujan lebat berpotensi terjadi pada tanggal 2 hingga 7 Januari di Jabodetabek," kata Dwikorita.
Dalam setiap bencana alam, apalagi dengan skala dampak yang luas, acapkali problematika kekurangan makanan dan minuman --sebagai kebutuhan dasar manusia-- selalu muncul. Bencana yang datang tiba-tiba menyebabkan korban tidak mudah untuk mengakses kebutuhan dasar, terlebih seperti dalam kondisi "normal" di keseharian, yakni makanan yang lengkap kandungan gizinya.
Alhasil, pada setiap bencana alam, dan juga terjadi pada bencana akibat perang, kebutuhan makanan dan minuman tentu dalam situasi yang darurat. Biasanya, dalam situasi darurat maka yang tersedia di saat pertama itulah yang bisa mengganjal rasa lapar para korban bencana alam hingga nantinya setelah ada posko bantuan, seperti dapur umum, maka para korban dan pengungsi bisa mengakses makanan dalam kondisi normal, seperti sebelum terjadi bencana.
Gambaran umum dan nyata selama ini, makanan darurat yang mudah diakses korban bencana adalah mie instan. Namun, kini sudah muncul sejumlah inovasi untuk lahirnya pangan darurat non-mie instan, yang memiliki kecukupan gizi, tahan lama dan disebut bisa mengenyangkan dan bisa dikategorikan sebagai survival food.
Adalah Yayasan Baitul Maal (YBM) BRI yang mencuatkan kembali pangan darurat dalam situasi bencana, khususnya saat banjir Jakarta saat ini, dalam bentuk biskuit.
"Kami menyediakan dan menyalurkan bantuan makanan siap santap berupa biskuit berenergi yaitu Bisku Neo," kata General Manager YBM BRI Dwi Iqbal Noviawan.
Menurut Iqbal, biskuit itu adalah produk kerja sama YBM BRI dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kelebihan biskuit itu, siap santap dan memenuhi angka kecukupan gizi, relatif awet, dan dapat dijatuhkan lewat udara untuk menjangkau unserved area (area yang tidak terjangkau).
"Harapannya, dengan makanan darurat dalam bentuk biskuit yang kandungan nutrisinya cukup ini mampu membantu korban bencana," katanya.
Menurut Pusat Pelayanan Teknologi (Pusyantek) BPPT, deskripsi produk Bisku Neo adalah biskuit yang mengandung "Nutrisi Lengkap, Energi Tinggi, dan Orisinal" yang inovasinya dikembangkan di dalam negeri. Biskuit ini merupakan bahan pangan yang mengandung zat aktif atau immuno stimulan tuntuk mempertahankan kekebalan tubuh dan telah diuji secara In-vitro.
Kandungan Bisku Neokurang lebih 500 Kkal/100 gram atau kurang lebih 25 persen dari kebutuhan konsumsi harian. Empat bungkus biskuit ini cukup mengenyangkan dan mencukupi kebutuhan harian.
Selain itu, juga mengandung protein untuk menjaga kekebalan tubuh yang berguna bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah bencana. Produk ini dibuat untuk menghadapi situasi di mana memasak tidak dimungkinkan dan tidak tersedia air bersih.
Kelebihan paling penting dari biskuit ini, yakni bahan bakunya dibuat dari produk lokal antara lain tepung ubi kayu, ubi jalar, jagung, tempe, dan gula. Semua bahan dasar biskuit tersebut terbuat dari bahan lokal sehingga sangat mudah untuk diproduksi dalam jumlah yang besar.
BPPT menyebutkan, kemanfaatan dan khasiat dari biskuit tersebut, yakni membantu memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi tubuh karena mengandung unsur penting yang dibutuhkan seperti protein yang berguna untuk membantu menjaga kekebalan tubuh. Kemudian, cocok untuk keadaan darurat bencana, karena dirancang untuk keadaan darurat, yaitu keadaan di mana tidak dimungkinkankegiatan memasak dan tidak tersedianya air bersih.
Selanjutnya, mudah untuk diproduksi karena Bisku Neo berasal dari bahan alami yang mudah ditemukan seperti tepung ubi kayu, ubi jalar, jagung, tempe, dan gula. Di luar persoalan musibah, seperti masalah kemanusiaan yang menyertai terjadinya bencana, munculhikmah lain yang bisa diambil dari ujian tersebut, yakni munculnya inovasi-inovasi baru.
Pangan darurat di daerah bencana yang selama ini lebih banyak dikenal dalam bentuk mie instan, kini memunculkan inovasi dalam bentuk biskuit semacam itu sehingga agaknya ini adalah sisi lain dari hikmah akibat bencana. Ke depannya, agaknya inovasi-inovasi semacam ini akan terus bisa tergali dan dibangun guna membantu sesama yang sedang tertimpa musibah bencana.