REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Setelah Iran menembakkan rudal ke pasukan Amerika Serikat di Irak. Presiden AS Donald Trump melampiaskan retorika-retorika keras yang tertahan selama beberapa hari dan menyarankan Teheran untuk 'mundur'.
Kini kedua belah pihak terlihat ingin meredakan krisis yang dipicu pembunuhan komandan militer Iran Jenderal Qasem Soleimani. Trump mengatakan AS tidak perlu memukul balik Iran dalam serangan terhadap perumahan pasukan AS di Irak.
Serangan itu dilakukan sebagai pembalasan atas pembunuhan Soleimani pada 3 Januari lalu. Trump mengatakan tidak ada warga AS yang terluka dalam serangan tengah malam itu.
"Faktanya kami memiliki militer dan peralatan yang hebat, tetapi, tidak berarti kami harus menggunakannya, kami tidak ingin menggunakannya, Amerika kuat, baik dari segi militer dan ekonomi, itu adalah penangkal terbaik," kata Trump, Kamis (9/1).
Pentagon mengatakan Iran meluncurkan 16 rudal balistik jarak pendek. Sebanyak 11 di antaranya mengenai pangkalan udara al-Asad di Irak dan satu salah satunya mengenai fasilitas di Erbil tapi tidak menyebabkan kerusakan parah.
"Pasukan Amerika kami yang hebat bersiap untuk segalanya, Iran tampil untuk mundur, yang mana itu hal bagus untuk semua pihak yang khawatir dan sangat bagus untuk seluruh dunia," kata Trump.
Trump tidak memberikan ancaman militer secara langsung. Ia mengatakan AS akan segera memberikan sanksi ekonomi tambahan kepada rezim Iran sebagai respon apa yang ia sebut 'agresi Iran'. Trump tidak menjelaskan sanksi apa yang akan diberikan.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memberikan pidato di depan massa yang berseru 'Kematian untuk Amerika'. Dalam pidato tersebut Khamenei mengatakan serangan rudal yang dilakukan Iran telah 'menjadi tamparan di wajah' bagi AS. Ia juga mengatakan pasukan AS harus meninggalkan kawasan Timur Tengah.