Senin 13 Jan 2020 14:44 WIB

Dewan Jagung: Tidak Ada Solusi Atasi Mahalnya Harga Jagung

Pada Januari ini pasokan jagung di dalam negeri berpotensi defisit 349 ribu ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani memanen jagung, di Desa Montok, Larangan, Pamekasan, Jatim.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani memanen jagung, di Desa Montok, Larangan, Pamekasan, Jatim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Jagung Nasional menyatakan bahwa stok jagung dalam negeri awal tahun ini akan memasuki masa kritis mulai pekan ketiga Januari hingga Februari mendatang. Saran kepada pemerintah untuk melakukan importasi jagung sejak jauh hari sebagai antisipasi kelangkaan pasokan pun tak direstui.

Ketua Dewan Jagung Nasional, Tony J Kristianto mengatakan, jika importasi dilakukan saat ini, sudah terlambat. Justru akan sangat membahayakan petani jagung yang akan panen bulan Maret mendatang. Masuknya stok impor pada musim panen raya bakal menjatuhkan harga jagung dan merugikan para petani. 

Baca Juga

"Tidak ada solusi. Harus bertahan dengan harga jagung pakan yang tinggi dan stok terbatas. Entah berapa banyak peternak yang terpaksa afkir dini," kata Tony kepada Republika.co.id, Senin (13/1).

Tony mengatakan, produksi jagung pada bulan Februari, satu bulan sebelum panen raya, diperkirakan maksimal hanya 1 juta ton. Suplai jagung paling cepat baru akan normal pada pertengahan bulan maret.

Menurutnya, Dewan Jagung Nasional sudah sejak tahun lalu mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan pasokan jagung dalam negeri dengan melakukan importasi maksimal bulan Desember 2019. Hal itu demi mengantisipasi kenaikan harga jagung lokal saat ini yang bakal berimbas pada kenaikan harga pakan ternak hingga harga daging dan telur ayam ras di tingkat konsumen.

"Kami sudah usulkan impor paling lambat masuk akhir tahun lalu untuk mengisi kekosongan selama beberapa minggu. Sayang, tidak ditanggapi," katanya.

Berdasarkan prediksi ketersediaan dan kebutuhan jagung Kementan, potensi produksi jagung di bulan Desember 2019 sebesar 1,02 juta ton sedangkan kebutuhan sekitar 1,42 juta ton. Dari neraca itu, terjadi defisit jagung sekitar 402 ribu ton.

Namun, Kementan menyatakan bahwa terdapat sisa stok jagung sebesar 1,04 juta ton di akhir November sehingga neraca jagung diperkirakan masih surplus 643 ribu ton.

Memasuki Januari 2020, potensi produksi jagung diproyeksikan sebesar 1,09 juta ton dan perkiraan kebutuhan sekitar 1,44 juta ton. Dengan kata lain terdapat defisit jagung sebesar 349 ribu ton. Defisit tersebut diklaim bisa dipenuhi dari sursplus stok Jagung Desember tahun lalu sebesar 643 ribu ton.

Tony mengatakan, jika ditelaah lebih detail per minggu, terdapat banyak kekosongan pasokan. Stok jagung di akhir November lalu juga sudah termasuk jagung yang tidak bisa diakses pasar secara bebas.

Untuk tahun ini, Tony mengatakan bahwa Dewan Jagung Nasional belum bisa memprediksi secara jelas neraca jagung sepanjang tahun. "Sampai sekarang juga belum jelas rencana Menteri Pertanian untuk komoditas jagung di tahun ini," kata Tony.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement