REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di Kemenag, Romahurmuziy (Romi) mengatakan jaksa penuntut umum (JPU) KPK menciptakan fakta imajiner dalam surat tuntutannya.
"Penuntut umum menciptakan fakta imajiner, bahwa saya memerintahkan Lukman Saifuddin untuk meloloskan Haris dalam seleksi administrasi pada bulan Desember 2018. Ini didasarkan atas WA (whatsapp) saya kepada Haris yang berbunyi 'harus langsung B1'," kata Romi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/1).
Mantan Ketua Umum PPP itu didakwa menerima suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Romi dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan ditambah pembayaran kewajiban sebesar Rp46,4 juta subsider 1 tahun penjara dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
"Sepanjang persidangan, penuntut umum tidak mampu membuktikan, bagaimana cara saya memerintahkan Lukman Saifuddin. Mengapa hanya atas dasar WA tersebut, disebut saya memerintahkan Lukman Saifuddin, sementara kesaksian Lukman Saifuddin, Nurkholis Setiawan dan Ahmadi, maupun seluruh bukti di persidangan tidak ada satu pun yang menyatakan atau menunjukkan saya memerintahkan mereka?," jelas Romi.
Menurut Romi, jaksa penuntut umum KPK sengaja tidak menuliskan fakta telepon pengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah, KH Asep Syaifuddin Chalim pada 7 Januari 2019 dari Arab Saudi. Dalam rekaman tersebut menurut Romi, nyata betul kyai Asep menelepon Romi dari Mekkah menggunakan telepon genggam milik Ulfah Mashfufah, Sekretaris Umumnya Khofifah yang juga menjabat Ketua Umum PP Muslimat NU, ormas perempuan terbesar di Indonesia.
"Dalam rekaman itu, kalau penuntut umum mau membuka semuanya ke hadapan publik, jelas betul kyai Asep menyoal persyaratan tidak kena hukuman disiplin. Itu artinya, kyai Asep bukan hanya tidak merekomendasikan Haris, alih-alih malah mendesakkan Haris dan sangat menguasai detail persoalan yang menimpa Haris," ujarnya.
Keberadaan Ulfah selaku Sekum Khofifah yang umroh tasyakuran kemenangan Khofifah dalam satu rombongan tersebut menurut Romi juga memperkuat fakta bahwa Khofifah memang mendukung Haris selaku Kakanwil. Selanjutnya, JPU KPK Menurut Romi tidak menuliskan fakta adanya WA Khofifah kepada Romi tertanggal 10 Februari 2019.
"WA Khofifah kepada saya ditayangkan di persidangan Haris-Muafaq, namun tidak dibuka di persidangan saya. Apakah karena isinya 'menguntungkan' saya? Jelas-jelas Khofifah menyoal, mengapa Haris yang sudah masuk 3 besar tidak dilantik, jangan sampai terjadi masuk angin," ucapnya.
Menurut Romi, tidak mungkin WA yang bunyinya demikian soal Haris, disampaikan baru pertama kalinya oleh Khofifah kepada dirinya dan tidak mungkin kalimat WA itu tidak dimaknai rekomendasi Khofifah soal Haris.
Romi pun meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan jaksa KPK. Terkait perkara ini, Haris dan Muafaq sendiri telah dijatuhi vonis. Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Romi dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta. Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Romi dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.