REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jejen Musfah mengatakan rancangan Peraturan Menteri Agama (PMA) terkait Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak di Satuan Pendidikan Berbasis Agama dibutuhkan. Terutama, bagi madrasah dan pondok pesantren.
"Perlu segera membuat PMA Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak di Satuan Pendidikan Berbasis Agama karena madrasah aliyah diniyah dan pondok pesantren membutuhkan bantuan untuk itu,"jelas dia kepada Republika.co.id, Selasa (14/1).
Kekerasan terhadap anak masih sering terjadi baik fisik, verbal maupun seksual di lingkungan pendidikan bahkan yang notabene berbasis agama sekalipun. Jejen melihat bahwa pendidikan berbasis agama nyatanya tidak menjamin tidak akan terjadi tindak kekerasan.
Menurut dia, hingga saat ini agama yang diyakini setiap orang belum banyak dilakukan secara implementatif. Pemeluk agama di Indonesia terutama, masih menganggap agama sebatas norma saja.
Ketika pemerintah hadir, dalam hal ini Kementerian Agama yang menindaklanjuti arahan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas, perlu memasukkan poin-poin penting sebagai tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan.
"Poin-poin penting ini di antaranya, penanganan cepat dan komprehensif atas kasus, melindungi dan menangani korban secara profesional," jelas dia.
Implementasi PMA ini nantinya, menurut Jejen dibutuhkan keterlibatan pihak satuan pendidikan seperti pihak madrasah maupun pondok pesantren, keluarga dalam hal ini orang tua dan masyarakat.
Jejen juga mengungkapkan, beberapa kekerasan yang dilakukan seperti hukuman fisik seharusnya sudah tidak relevan lagi di masa kini. Hukuman fisik tidak boleh lagi dianggap sebagai kewajaran apalagi hingga menyakiti fisik. Sanksi yang diberikan kepada peserta didik seharusnya adalah hukuman yang mendidik dan memotivasi.