REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Ali Yusuf
PDI Perjuangan (PDIP) lewat elite dan tim hukumnnya terus melontarkan pembelaan terhadap Harun Masiku, kader yang berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Politikus PDIP, Adian Natpitupulu bahkan, menilai, Harun kemungkinan adalah korban dari iming-iming pejabat KPU dalam proses PAW.
"Ada kemungkinan pertama Harun Masiku adalah pelaku suap. Kemungkinan kedua dia adalah korban dari iming-iming penyelenggara yang bisa mengambil keputusan. Yang ketiga, jangan-jangan Harun Masiku adalah korban yang terjadi berkali-kali," ujar Adian dalam sebuah diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (19/1).
Ia melanjutkan, Harun Masiku kemungkinan korban dari putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019. Amar putusan itu pada pokoknya, dinyatakan sah untuk calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk partai politik bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon.
Dengan demikian, PDIP menyimpulkan dapat melimpahkan suara sah milik Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia untuk Harun Masiku. Sehingga PDIP meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Harun Masiku sebagai caleg terpilih, bukan Riezky Aprilia yang berada di urutan kedua dengan suara terbanyak setelah Nazarudin di daerah pemilihan Sumatera Selatan 1.
Adian melanjutkan, Harun Masiku juga kemungkinan menjadi korban iming-iming oknum KPU. Sebab, Harun Masiku tahunya berhak ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih periode 2019-2024, akan tetapi permintaan penggantian dari Riezky untuk Harun tak dikabulkan KPU.
Adian justru menduga oknum KPU mengiming-imingi Harun dapat memuluskan penggantian caleg terpilih. Sehingga, Harun pun memberikan uang kepada oknum KPU tersebut agar Harun ditetapkan sebagai caleg terpilih.
"Kenapa dia memberikan (uang suap) itu. Karena putusan Mahkamah Agung memberikan hak menjadi anggota DPR. Tanpa putusan Mahkamah Agung saya percaya dia tidak akan melakukan itu," kata Adian.
Diketahui, DPP PDIP mengajukan permohonan pengalihan suara Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia kepada Harun Masiku di daerah pemilihan Sumatera Selatan I pada 5 Agustus 2019. Pengajuan ini dilakukan DPP PDIP setelah adanya putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019.
Pada amar putusan tersebut, menyatakan antara lain,“... dinyatakan sah untuk calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk Partai Politik bagi calon yang meninggal dunia dan dinyatakan sah untuk Partai Politik bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon."
Permohonan DPP PDIP ditolak oleh KPU dengan alasan pengalihan suara tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Lalu, DPP PDIP meminta fatwa kepada MA agar KPU bersedia melaksanakan permintaan DPP PDIP sebagaimana yang tercantum dalam amar putusan.
Menanggapi permintaan DPP PDIP, MA mengeluarkan surat yang berisikan penjelasan bahwa untuk melaksanakan Putusan MA tersebut, KPU wajib konsisten menyimak “Pertimbangan Hukum” dalam putusan dimaksud (Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019), khususnya halaman 66-67, yang antara lain berbunyi “Penetapan Suara Calon Legislatif yang meninggal dunia, kewenangannya diserahkan kepada Pimpinan Partai Politik untuk diberikan kepada Calon Legislatif yang dinilai terbaik”.
Berdasarkan penjelasan MA tersebut, DPP PDIP kembali mengirimkan surat ke KPU untuk melaksanakan penggantian Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Dapil Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku tertanggal 6 Desember 2019. Kemudian, KPU membalas surat tersebut tertanggal 7 Januari 2020 yang pada pokoknya KPU tidak dapat memenuhi permohonan penggantian tersebut.
Sebab, Harun Masiku tidak memenuhi peraturan perundangan-undangan yang mengatur Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI karena sudah dilaksanakannya pelantikan pada 1 Oktober 2019. Aturan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) berjalan bersama Ketua Tim Hukum PDIP I Wayan Sudirta (kanan) dan Koordinator Tim Pengacara PDIP Teguh Samudera (kiri) sebelum melakukan audiensi di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (16/1).
Anggota tim hukum PDIP Maqdir Ismail mengatakan, KPU tidak melaksanakan putusan MA terkait penggantian calon legislatif anggota DPR Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Menurut dia, MA merupakan penafsir tunggal produk hukum di bawah peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Yang jadi problem ada ketika KPU menganggap tafsir yang diberikan MA adalah tidak tepat. Mereka menganggap PKPU itu adalah yang benar sehingga itulah yang hendak mereka laksanakan," ujar Maqdir dalam sebuah diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (19/1).
Menurut dia, seharusnya KPU melaksanakan putusan MA terhadap uji materi PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu. Sehingga, KPU tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menafsirkan putusan MA selain KPU menjalankan putusan tersebut.
Maqdir mengatakan, berdasarkan putusan MA, suara caleg yang meninggal dunia atau tidak memenuhi syarat menjadi milik partai politik dalam hal ini PDIP. Sebab, yang menjadi peserta pemilu adalah partai sehingga partai memiliki kedaulatan menentukan suara caleg yang meninggal dunia.
Dengan demikian, lanjut dia, PDIP ingin melimpahkan suara Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia untuk Harun Masiku, karena Harun dinilai sebagai kader terbaik. Akan tetapi, KPU menolak permintaan tersebut sehingga menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih karena posisinya merupakan peroleh suara terbanyak setelah Nazarudin.
Maqdir melanjutkan, pengurus DPP PDIP menafsirkan permintaan tersebut bukan PAW karena diajukan sebelum penetapan caleg terpilih. Sementara, KPU menafsirkan permintaan PDIP sebagai PAW, sehingga mekanismenya hanya melalui PAW dengan menetapkan Riezky sebagai caleg terpilih karena memperoleh suara terbanyak.
"Sementara teman-teman di DPP PDIP menafsirkan ini pada awalnya bukan PAW. Yang mereka minta kepada KPU adalah limpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas kepada saudara Harun Masiku. Ini yang tidak disetujui oleh KPU karena mereka menafsirkan pasal ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan PAW," kata Maqdir.
Sebelumnya, Ketua KPU RI, Arief Budiman menjelaskan, surat usulan PDIP masuk ke KPU sebelum penetapan calon terpilih dan setelah pelantikan anggota DPR RI periode 2019-2024. "Itu kan sudah saya jelaskan berkali-kali. Kalau sebelum ada penetapan namanya pergantian calon terpilih, tapi kalau sudah ada pelantikan yang tanggal 1 Oktober itu mekanismenya PAW," ujar Arief di kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (16/1).
Ia menuturkan, surat dari PDIP yang sebelum adanya penetapan calon terpilih disebut penggantian calon terpilih. Akan tetapi, ketika surat dari PDIP masuk ke KPU setelah pelantikan anggota DPR maka mekanisme penggantian hanya melalui PAW.
"Makanya di surat itu juga, setelah penetapan calon terpilih tapi sebelum pelantikan, kan pergantian calon terpilih. Tapi kalau surat yang terakhir kan pergantian antarwaktu," kata Arief.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap memberikan perlindungan kepada Harun Masiku sebagai tersangka suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Meski demikian harus ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi Harun.
"Perlindungan itu diberikan jika tersangka kasus dugaan suap kepada komisioner KPU RI Wahyu Setiawan telah memenuhi syarat formil dan materil," kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution kepada Republika, Senin (21/1).
Manager menyampaikan, syarat formil yang perlu dipenuhi Harun yakni terkait dengan identitasnya dan sebagainya. Sedangkan, syarat materil yakni tekait status Harun atas dugaan penipuan yang dilakukan Wahyu terkait PAW anggota DPR RI.
"Syarat materiilnya dia ditetapkan sebagai saksi dan atau korban oleh aparat penegak hukum," katanya.
Selain itu, kata Manager, Harun bisa saja melaporkan atas adanya dugaan penipuan yang dilakukan Wahyu terkait PAW anggota DPR RI. Laporan itu, nantinya bisa dijadikan dasar LPSK untuk memberikan perlindungan kepada Harun.
"Laporan itu bisa menjadi dasar kalau ada perkara pidana yang dia hadapi," katanya.
Meksi demikian, kata dia, LPSK akan melakukan investigasi apa betul yang bersangkutan memenuhi syarat, kesaksiannya signifikan, atau perkara yang dia mohonkan untuk terlindungi itu berjalan.
Jejak Harun Masiku