REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris akan menerapkan vonis penjara yang lebih berat bagi terpidana teroris dan akan menghentikan pembebasan awal. Keputusan tersebut sebagai bagian dari serangkaian langkah mengatasi terorisme, Selasa (21/1).
Perdana Menteri Boris Johnson berjanji akan melakukan perubahan setelah serangan terjadi di dekat Jembatan London pada November. Pada saat itu, terpidana teroris Usman Khan, yang dibebaskan lebih awal, menewaskan dua orang.
Khan divonis minimal delapan tahun penjara pada 2012, dengan syarat dewan pembebasan menilai tingkat bahaya sosok itu terhadap publik sebelum ia dibebaskan. Ia dibebaskan pada Desember 2018 tanpa penafsiran semacam itu.
"Serangan teror yang tak masuk akal di Fishmongers' Hall pada November membenturkan kami dengan beberapa kebenaran yang sulit tentang bagaimana kami menangani pelaku teror," kata Menteri Dalam Negeri Priti Patel melalui pernyataan.
Pemerintah yang terpilih pada Desember, menyebutkan akan membuat undang-undang antiterorisme baru dalam 100 hari pertamanya. Undang-undang itu akan memaksa pelanggar berbahaya, yang menerima vonis tambahan, menghabiskan sepanjang waktunya di penjara.
Mereka yang divonis dengan pelanggaran, seperti merencanakan aksi terorisme atau mengarahkan organisasi teroris akan menghadapi hukuman minimal 14 tahun penjara. Pemerintah juga akan meninjau ulang bagaimana pelaku teror diperlakukan ketika mereka dibebaskan.
Ayah dari salah satu korban Khan, Jack Merritt (25 tahun), yang pekerjaannya berkaitan dengan skema rehabilitasi tahanan, pada saat itu mengatakan putranya akan kecewa melihat kematiannya digunakan untuk membenarkan hukuman yang lebih berat.