REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan pemerintah masih mengkaji isi draf RUU Omnibus Law. Untuk itu, ia mengatakan, pemerintah terbuka untuk menerima masukan dari berbagai pihak terkait draft rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ma'ruf mengatakan dialog khususnya terkait poin-poin yang menjadi persoalan. "Kalau pemerintah itu kan selalu juga mendengar berbagai pihak jadi melakukan dialog-dialog dengan pihak buruh, pengusaha dan pihak-pihak yang terlibat," ujar Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (22/1).
Ma'ruf mengatakan hal itu untuk memastikan penyusunan RUU Omnibus Law harus didasari kesepakatan semua pihak, bukan sepihak dari pemerintah. Pernyataan tersebut disampaikan Ma'ruf sekaligus membantah bahwa pemerintah terlalu tergesa-gesa sehingga menyusun Omnibus Law dalam waktu singkat.
"Penyusunan itu didasari kesepakatan-kesepakatan sehingga tidak menimbulkan reaksi, kalau pun ada prinsip-prinsip tapi perlu ada penyempurnaan karena juga dengan daerah karena menyangkut soal daerah, perburuhan, pengusaha dan pihak pihak lain," ujarnya.
Kendati demikian, Ma'ruf juga mengamini keinginan pemerintah agar draft RUU Omnibus Law ini bisa diselesaikan segera. "Tapi, realisasinya kan tergantung pembicaraan di DPR. Saya sih mengharapkan kalau cepat, bagus, artinya kita sudah mengantisipasi hal-hal yang selama ini jadi hambatan terutama dalam proses investasi, tenaga kerja, perpajakan," katanya.
Sebelumnya, ratusan buruh yang melakukan aksi di depan Gedung DPR beberapa waktu lalu. Mereka menyoroti penyusunan RUU Omnibus Law oleh pemerintah yang dinilai terlalu terburu.
Mereka meminta pemerintah dan DPR tak tergesa-gesa dalam merumuskan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. "Kalau tetap terburu-buru, pasti akan ada gerakan aksi yang begitu besar. Semua serikat buruh menolak omnibus law. Tidak ada satupun, boleh diperiksa," ujar Said Iqbal di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/1).