REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Pada 25 Januari 1999, gempa bumi terkuat dalam 16 tahun terakhir menimpa Kolombia, Amerika Selatan. Akibatnya, 300 tercatat meninggal dunia dan 1.000 orang lainnya terluka.
Dilansir BBC History, korban tewas terkahir dari catatan pemerintah sekitar 1.000 orang dan 4.000 orang lainnya terluka. Sebanyak 200 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Gempa bumi paling kuat itu bermagnitudo enam dan mengalami gempa susulan yang terasa jauh dari ibu kota Kolombia, Bogota.
Gempa melanda kebanyakan di jantung daerah penghasil kopi negara sehingga menumbangkan blok-blok menara, hotel-hotel, dan gereja-gereja bersejarah. Puluhan orang kala itu dilaporkan terjebak di reruntuhan dan banyak yang terperangkap tanah longsor yang dipicu gempa bumi. Pemerintah mencatat ribuan orang kehilangan tempat tinggal.
Kota Armenia dan Pereira mengalami dampak paling buruk dari gempa. Armenia, sekitar 17 kilometer selatan dari pusat gempa, mengalami kehancuran yang parah. Telepon dan saluran listrik juga lumpuh. Pihak berwenang Kolombia telah memberlakukan jam malam untuk memungkinkan penyelamat bekerja tanpa hambatan.
Presiden Kolombia saat itu, Andres Pastrana, menunda perjalanan untuk kunjungan dalam pertemuan Bank Dunia di Jerman. Dia langsung terbang ke Pereira setelah gempa untuk melihat kehancuran.
"Jika kita memastikan bangunan dan jembatan dibangun dengan benar, kita dapat mencegah hilangnya nyawa yang telah diamati di Kolombia," ujar Insinyur geo-seismik Zygmunt Lubkowski.
Banyak bangunan yang runtuh sudah tua dan tidak dibangun dengan baik atau dibangun di atas tanah yang buruk seperti tempat pembuangan sampah tua atau lereng yang curam. Sebagian besar bangunan baru, dibangun sejak standar baru diperkenalkan pada 1984, bertahan utuh.
Ada banyak laporan tentang penjarahan di kota Armenia setelah gempa bumi. Warga marah dengan lambatnya upaya bantuan sehingga mereka mulai membobol toko makanan dan mencuri persediaan.