REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tampaknya puas dengan rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Rencana itu telah diumumkan Trump di Gedung Putih pada Selasa (28/1) siang waktu AS.
Netanyahu, yang turut hadir di Gedung Putih, sempat merespons pertanyaan awak media seusai pengumuman tersebut. "Ibu kota negara Palestina adalah Abu Dis di Yerusalem Timur. Israel akan mendominasi semua permukiman Yahudi di Tepi Barat," kata dia seperti disiarkan saluran televisi Israel, Makan 33.
Netanyahu mengatakan, AS telah menetapkan persyaratan tertentu pada warga Palestina untuk memulai negosiasi, termasuk mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan kedaulatannya atas Yerusalem. Washington pun menuntut Palestina agar melucuti Jalur Gaza.
Palestina diminta berhenti mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Ia pun tak diperkenankan menjadi anggota organisasi internasional tanpa persetujuan Israel.
Menurut Netanyahu, tanpa memenuhi persyaratan-persyaratan tadi, tidak akan ada perubahan di Area C, Tepi Barat. "Pada saat yang sama, Israel akan menerapkan hukumnya ke Lembah Yordan, untuk semua komunitas Yahudi di Yudea dan Samaria (Tepi Barat), dan ke daerah-daerah lain yang ditunjuk oleh rencana itu sebagai bagian dari Israel dan yang telah disetujui AS untuk diakui sebagai bagian dari Israel," ujarnya.
Dia berjanji Israel tidak akan membangun permukiman baru atau memperluas kegiatan konstruksi di Area C selama empat tahun mendatang. Di bawah Kesepakatan Oslo 1995, Tepi Barat yang diduduki memang dipecah menjadi tiga area, yakni Area A, B, dan C. Area A adalah wilayah yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Palestina.
Kemudian Area B merupakan wilayah yang dikendalikan Otoritas Palestina, tetapi sektor keamanannya dikontrol Israel. Sedangkan, Area C adalah wilayah yang sepenuhnya dikuasai Israel.
Namun, pembagian wilayah itu dianggap tak adil. Pasalnya Area C merupakan wilayah pertanian dan sumber air utama Tepi Barat. Karena berada di bawah kekuasaan Israel, warga Palestina memiliki keterbatasan akses terhadap area tersebut. Saat ini, Area C dihuni sekitar 300 ribu warga Palestina. Sebagian besar di antaranya adalah masyarakat Badui dan penggembala yang tinggal di karavan, tenda, bahkan gua.