REPUBLIKA.CO.ID, WUHAN -- Mahasiswa asal Indonesia yang saat ini berada di Wuhan, Provinsi Hubei, disebut dalam kondisi baik-baik saja sehubungan penyebaran virus korona baru (2019-nCoV) di wilayah itu. Kendati demikian, persediaan logistik yang mulai menipis dan situasi yang terus memburuk membuat para mahasiswa meminta dipulangkan.
"Kami minta bantuan mengeluarkan teman-teman dari Wuhan dan mengecek kesehatan mereka," ujar Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) di
Wuhan, Nur Musyafak, kepada Republika, Selasa (28/1). Ia juga mengungkapkan, psikologi para pelajar dan mahasiswa sudah mulai terganggu.
"Kami membutuhkan bantuan untuk menenangkan psikologi teman-teman yang di Wuhan karena sudah mulai down. Dengan adanya banyak berita yang sangat dramatisir menambah beban mereka," ujarnya.
Sebaran Virus Corona
Komisi Kesehatan Nasional Cina mengumumkan pada Selasa (28/1), jumlah korban meninggal akibat virus corona baru telah mencapai 106 orang, melonjak dari 81 orang pada Senin (27/1). Jumlah kasus baru juga ter catat mencapai 1.500 kasus, membuat total kasus di Cina hingga kemarin sebanyak 4.500 orang. Selama sepekan terakhir, Pemerintah Cina telah mengisolasi Kota Wuhan dan belasan kota lainnya di Hubei.
Alfi Rian Tamara, mahasiswa di Wuhan University of Technology, menyatakan sejauh ini logistik seperti bahan makanan sulit dicari, tapi masih aman. "Namun, untuk kebutuhan masker atau peralatan medis dan bahan-bahan vitamin, obat-obatan, penanganan pertama, seperti flu, batuk, pilek, sudah tidak ada, susah sekali," kata Rian kepada Republika, Selasa (28/1).
Menurut dia, logistik medis sangat sulit didapatkan karena banyak apotek yang tutup. Kendati demikian, ia agak lega mendengar 10 ribu masker dari Indonesia akan dikirim oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke Cina hari ini.
Rian menambahkan, karena kekurangan masker, para mahasiswa Indonesia di Wuhan hanya bisa berkumpul di kamar. "Masak bersama, makan bersama, shalat, mengaji, main gim, baca-baca berita, menelepon orang tua," ujar Rian.
Sementara itu, Muhammad Aris Ichwanto dari Central China Normal University mengatakan, sejak Senin (27/1), KBRI juga sudah memberikan bantuan logistik. "Tapi, bantuan fisik itu agak sulit karena akses masuknya," kata Aris. Meski begitu, mereka juga diberikan bantuan pendanaan oleh KBRI yang langsung dibelanjakan sayur-sayuran, buah-buahan, beras, air mineral, dan mi instan.
Petugas mengenakan pakaian pelindung berada di sekitar pesawat yang mendarat membawa warga Jepang dari Wuhan di Bandara Haneda, Tokyo, Jepang, Rabu (29/1).
Untuk masker, ia menyatakan, kampusnya sudah menyediakan 10 buah per kamar. Aris mengatakan, setiap hari di kampusnya ada alat untuk mengukur suhu tubuh. Setiap pukul 12.00 siang waktu setempat, mahasiswa harus melaporkan suhu tubuh mereka.
"Setiap hari itu sukarelawan pasti akan datang ke kamar memeriksa suhu tubuh mahasiswa. Jadi, misalnya ada yang perlu ditangani atau suhu tubuhnya naik, bisa langsung dirujuk ke rumah sakit kampus," ujar Aris.
Aris mengatakan, kondisi Wuhan tidak lebih seperti saat liburan. Hanya saja, sekarang ia tidak boleh datang ke keramaian dan transportasi publik pun ditutup. "Tentu ingin keluar dari Wuhan, atau provinsi (Hubei), atau pulang ke Indonesia. Tapi, kan kami tahu ada prosesnya," kata dia.
Ketua Umum Pengurus Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Tiongkok Muhammad Aziz menyampaikan, saat ini masih ada sekira 83 ma hasiswa Indonesia di Wuhan. "Mereka tidak bisa keluar dari Kota Wuhan karena akses transportasi ditutup," ujar Aziz kepada Republika, Selasa (28/1).
Ilustrasi Virus Corona
Ia menyampaikan, mahasiswa Indonesia di Wuhan sudah mulai cemas, begitu pula keluarga di Indonesia semakin khawatir. "Itu (dievakuasi) harapan teman-teman mahasiswa seperti itu. Mahasiswa terpaksa berada di asrama masing-masing, tidak bisa keluar karena jika keluar dari asrama terlalu berisiko," kata dia. Ia menceritakan, karena para mahasiswa hanya bisa bertahan di dalam asrama, perbekalan dan cadangan makanan mereka semakin menipis.
Sebanyak 12 mahasiswa Aceh yang terisolasi di Wuhan juga meminta dievakuasi. "Kami merasa tidak aman lagi. Status level virus sudah tingkat dua. Semua ingin dievakuasi, kembali ke Indonesia," kata Teuku Agusti Ramadhan, ketua Cakradonya, wadah mahasiswa Aceh, di Wuhan.
Mahasiswa asal Balohan, Kota Sabang, itu menyebutkan terkait jaminan persediaan makanan dan minuman bergantung tempat mahasiswa bersangkutan tinggal. Di kampusnya, Universitas Zhongan, kantin masih terus dibuka.
"Sekarang, hampir semua toko tutup. Persediaan makanan di toko-toko habis," ujar dia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy
Menteri Koordinator Bidang Pem bangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, pemerintah belum bisa menjanjikan evakuasi. "Kalau kondisinya memaksa, ya akan kita evakuasi. Kalau masih bisa diatasi, kalau mereka masih bisa bertahan, ya akan kita pantau, termasuk semua kebutuhan akan kita kover," kata Muhadjir di Jakarta, Selasa (28/1).
Sementara, Kementerian Kesehat an menyatakan sudah siap melakukan pendampingan te naga kesehatan kepada Kementerian Luara Negeri RI jika eva kuasi dilakukan."Kemenkes akan back up apa yang bisa dilakukan," ujar Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di Jakarta, Selasa (28/1).