REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Amnesty International menyatakan perusakan hak asasi manusia (HAM) terus meningkat. China dan India menjadi negara yang terdepan dalam melakukan penindasan.
Laporan tahunan kelompok hak asasi manusia di wilayah Asia-Pasifik menyatakan dua negara terpadat itu berusaha untuk memaksakan visi mereka sendiri dan mendominasi di benua itu. India dan China pun memandang minoritas sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Kelompok ini pun menyoroti upaya untuk membungkam kritik dan mencegah publik meminta pertanggungjawaban pejabat publik dan korporasi. Meski begitu, protes anti-pemerintah di Hong Kong dan di tempat lain seperti India menunjukkan kemauan untuk melawan penindasan telah terbangun.
Kasus di China yang dapat dilihat adalah keputusan pemimpin Cina Xi Jinping dalam menaklukkan perbedaan pendapat. Dia pun memaksakan pengaturan absolut Partai Komunis telah mengintensifkan penganiayaan terhadap pembela hak asasi manusia dan lainnya.
Di wilayah China dan seluruh Asia Selatan dan Tenggara, pemerintah semakin terang-terangan membungkam lawan-lawan mereka dan media. Pemerintah mengurangi ruang untuk protes damai dan memperkenalkan undang-undang yang menghukum perbedaan pendapat secara daring.
Selain itu, Otoritas China pun menyasar suku Uighur, Kazakh, dan sebagian besar etnis Muslim lainnya di wilayah Xinjiang, China Barat. Mereka mendapatkan pengawasan ketat, penahanan sewenang-wenang, dan indoktrinasi paksa.
Sedangkan di India, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi menerapkan Undang-Undang Kewarganegaraan India (Amandemen) yang mengecualikan pengungsi Muslim dari memperoleh kewarganegaraan India. Peraturan ini mendiskriminasi penerima kewarganegaraan karena agama.
"Tahun yang akan datang kemungkinan akan sama sulitnya dengan tahun yang baru saja berlalu," kata laporan itu, Rabu (29/1).
Meski begitu, laporan ini mencatat banyak perbaikan. Salah satunya adalah keputusan oleh Pengadilan Kriminal Internasional untuk memerintahkan penyelidikan atas pelanggaran yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
Sedangkan di beberapa negara seperti Jepang, upaya untuk memenangkan perlakuan setara untuk semua jenis kelamin dan menindak pelecehan seksual sedang menuju kemajuan. "Tapi seperti yang ditunjukkan para aktivis muda di seluruh Asia berulang kali, di mana tidak ada harapan, itu harus diciptakan," ujar laporan tersebut.