REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Serikat buruh Hong Kong, termasuk pekerja rumah sakit dan kereta api, mendesak pemerintah menutup akses perbatasan dengan China daratan. Hal itu dilakukan guna menghentikan penyebaran virus Corona yang semakin masif.
Para buruh mengancam akan melakukan mogok kerja jika desakan mereka diabaikan. "Rekan-rekan garis depan panik karena mereka berisiko tinggi terkena virus (Corona) saat bekerja," kata Railway Power, sebuah serikat buruh pekerja dari operator metro MTR Corp yang memiliki 500 anggota, Kamis (30/1).
Aliansi Pegawai Otoritas Rumah Sakit Hong Kong (HAEA) mengatakan pihaknya mengapresiasi dengan langkah-langkah yang telah diambil pemerintah untuk mencegah penyebaran virus Corona. Namun mereka menginginkan agar perbatasan dengan CHina segera ditutup.
"Masih ada jarak yang cukup jauh dari tujuan kami untuk langkah-langkah pencegahan penuh pengendalian infeksi," kata HAEA dalam sebuah pernyataan.
Bendahara HAEA Chris Cheung mengungkapkan serikatnya memiliki lebih dari 18 ribu anggota. Menurut dia, kebanyakan dari mereka berencana memulai aksi pemogokan secara bertahap pekan depan. Selama tuntutan tak dipenuhi, aksi mogok akan terus dilakukan.
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam belum menanggapi positif seruan para buruh di wilayahnya. Dia menilai penutupan perbatasan dengan China merupakan langkah yang kurang pantas dan tidak praktis.
Saat ini Hong Kong sedang menangani 10 kasus virus Corona. Penyebaran virus tersebut kian meluas di China. Jumlah warga China yang kini terinfeksi virus tersebut telah mencapai 7.711 orang.
Jumlah korban meninggal pun bertambah menjadi 170 orang. Rusia dan China sedang bekerja sama mengembangkan vaksin virus Corona. Otoritas kesehatan China telah mengirim genom virus tersebut ke Moskow.
"Para ahli Rusia dan China telah mulai mengembangkan vaksin," kata Konsulat Rusia di Provinsi Guangzhou dalam sebuah pernyataan pada Rabu (29/1). Tak dijelaskan apakah para ilmuwan Rusia dan China bekerja bersama atau terpisah dalam mengembangkan vaksin.