REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Industri Kecil dan Menengah (IKM) Agro (Aikma) Suyono mengakui, pasokan gula rafinasi ke IKM sudah berhenti sejak pertengahan Desember 2019. Sehingga banyak industri yang menghentikan sementara produksi dan secara perlahan bisa menutup usahanya.
"Sejak pertengahan Desember 2019 sudah tidak ada lagi pasokan gula rafinasi ke IKM melalui koperasi yang resmi. Kebutuhan IKM di Koperasi Koritan saya misalnya, sekitar 10 ribu ton per bulan. Kalau dengan koperasi-koperasi lain totalnya 20 ribu ton per bulan, itu untuk tujuh koperasi," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (31/1).
Ia menyebutkan, sampai saat ini setidaknya 250 ribu IKM yang menggantungkan produksinya dari ketersediaan gula rafinasi dan jumlah itu, sekitar 90 persen mulai tutup."Kami sudah menjerit sejak sebulan lalu. IKM yang berbasis gula rafinasi sudah berhenti produksi," lanjut dia.
Suyono memberikan contoh, sejumlah IKM yang terpaksa berhenti produksi antara lain IKM dodol Garut, IKM kue semprong bolu di Ciamis dan Tasikmalaya, IKM kue basah di Bandung, IKM manisan di Sukabumi, IKM bakpia di Yogyakarta dan Semarang serta lain-lain.
"Ada IKM bandrek, bajigur, gula merah. IKM bakpia di Yogyakarta dan Semarang juga berhenti karena biasanya dapat 100 ton per bulan sudah berhenti produksi. Gula batu di Boyolali dan Cirebon sudah berhenti produksi. Pabrik sirup juga di Sulawesi Selatan juga sudah tutup," kata dia.
Suyono memastikan, IKM sudah merugi tak terhitung akibat tidak adanya bahan baku gula rafinasi, termasuk tidak mampu membayar cicilan ke bank lantaran tidak ada pendapatan karena tidak berproduksi."Kerugian besar. Akibatnya cicilan mobil untuk operasional pengiriman barang sudah tidak terbayar. Estimasinya sudah sampai ratusan miliar," kata Suyono.
Buka impor
Suyono memperkirakan, hal itu terjadi karena pemerintah tidak segera membuka keran impor gula rafinasi. Termasuk diperparah dengan permainan oknum tertentu yang justru membuat gula rafinasi yang seharusnya untuk kebutuhan industri, malah dijual secara bebas ke pasaran.
"Tetapi sekarang masih mengalir ke pedagang yang tidak resmi. Mereka dapat 2-3 truk per hari. Yang resmi malah tidak dikasih. Ini ada masalah distribusi yang tidak benar, karena justru pasar gelap yang menguasai barang-barang rafinasi," ujarnya.
"Saya koperasi yang resmi, yang ditunjuk oleh Kemenkop UKM tidak dikasih alasannya kuota impor raw sugar (bahan baku gula rafinasi). Sudah tidak masuk dari Januari sampai Juni. Alasannya Pak Menteri (Menteri Perdagangan) tidak mau menandatangani izin impor untuk pabrik-pabrik gula rafinasi. Sehingga pabrik-pabrik itu hanya melayani yang besar-besar. Yang IKM ditinggal," keluh dia.
Oleh karena itu, Suyono berharap pemerintah segera mengambil langkah agar gula rafinasi ini bisa segera masuk ke IKM. Jika tidak, maka kebutuhan produk makanan dan minuman saat Ramadan dan Lebaran tahun ini tidak akan terpenuhi.
"Harapannya pemerintah cepat beri kuota impor untuk gula rafinasi segera diturunkan. Agar IKM pemakai gula rafinasi segera produksi. Ini sudah mau bulan puasa," katanya.