REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanganan banjir Jakarta tidak cukup dengan membangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi di hulu Sungai Ciliwung. Pembangunan serta pemeliharaan situ-situ yang tersebar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung seperti Bogor dan Depok juga turut menjadi kunci untuk mencegah banjir di wilayah tengah sungai atau midstream.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung dan Cisadane Bambang Hidayah mengatakan bahwa sesuai dengan misi Kementerian PUPR terkait dengan situ, pihaknya sepakat untuk mengembalikan fungsi situ menjadi area penampungan air.
Menurut dia, situ memiliki banyak manfaat jika dikembalikan sebagai daerah tampungan air. Pertama tentunya, kata dia, menjadi daerah konservasi sumber daya air di mana saat musim kemarau situ-situ masih menampung air yang ada agar bisa dimanfaatkan masyarakat.
Kemudian sebagai pengendali banjir, fungsi situ ketika terjadi hujan maka air hujan yang mengalir di permukaan dapat masuk mengalir ke situ dan sebagian lagi mengalir ke sungai.
"Kalau tidak ada situ maka semua air hujan yang berada di permukaan mengalir ke sungai yang memiliki daya tampung terbatas. Kalau terbatas maka air di dalam sungai tersebut akan meluap sehingga meningkatkan debit air banjir. Selain itu jika dikaji secara inlet dan outletnya, situ dapat menjadi penyedia pasokan air baku. Situ juga bisa dijadikan kawasan wisata, karena lanskapnya harus kita tata agar betul-betul indah," kata Bambang.
Terancam punah
BBWS Ciliwung dan Cisadane saat ini cukup sulit untuk mengembalikan situ-situ ke fungsi semula, lantaran beberapa situ sudah banyak diokupasi oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan selama ini situ-situ tidak pernah dipelihara secara baik, akibatnya sedimen-sedimen yang berada di situ semakin menumpuk dan menjadi daratan.
"Kalau sudah menjadi daratan atau tanah kosong tentunya warga akan memanfaatkannya dengan menjadikan lahan eks'situ tersebut sebagai lahan pertanian hingga pembangunan perumahan. Dengan demikian berkurang lah kawasan situ," kata Bambang.
Menurut data yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terdapat 208 situ di wilayah Jabodetabek dengan 16 situ berada di DKI Jakarta, 146 situ di Jawa Barat, dan sisanya di wilayah Banten.
Untuk 146 situ di wilayah Jawa Barat, Kabupaten Bogor memiliki jumlah terbanyak yakni 96 situ dengan 86 situ dalam kondisi baik dan 10 situ dalam kondisi rusak.
Sedangkan di peringkat kedua Kota Depok memiliki 26 situ dengan 19 situ dalam kondisi baik dan tujuh situ dalam kondisi rusak. Kota Bogor memiliki enam situ dengan tiga situ dalam kondisi baik dan sisanya dalam kondisi rusak.
Kerusakan situ-situ di wilayah Bogor dan Depok disebabkan oleh penurunan luasan dan volume tampungan, pengurangan luasansitu akibat okupasi lahan oleh warga, penguasaan fisik lahan, perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun, sedimentasi, dan tingginya pertumbuhan gulma air, kualitas air yang tercema limbah domestik dan industri serta sampah, kemudian prasarana situ yang tidak berfungsi dengan baik.
Kepala BBWS Ciliwung dan Cisadane Bambang Hidayah menjelaskan bahwa dalam konteks seperti ini kalau mau mengembalikan situ ke fungsinya semula maka pemerintah harus memberikan ganti rugi kepada warga atau melakukan relokasi seperti yang dilakukan terhadap masyarakat yang tinggal di bantaran sungai atau yang berada di sekitar area bendungan.
Sebetulnya bisa saja dikembalikan asalkan pemerintah memiliki dana untuk mengembalikan situ misalnya situ dengan luas awalnya 30 hektare, kemudian berkurang menjadi 20 hektare karena 10 hektare sudah diokupasi warga.
"Kalau memiliki dana maka pemerintah bisa membeli lahan situ yang dikuasai warga, namun jika sebaliknya maka manfaatkanlah situ-situ yang tersisa. Menurut saya manfaatkan saja situ-situ yang ada, lalu kita rehabilitasi dan revitalisasi agar kembali sebagai area tampungan air sehingga bisa berfungsi juga sebagai pengendali banjir," ujar Bambang.
Revitalisasi dan Pemeliharaan
Terkait pemeliharaan situ saat ini dikelola oleh BBWS Ciliwung, semenjak diperkuat oleh Peraturan Menteri PUPRNomor 4 tahun 2015 yang menyatakan bahwa sungai yang melintasi provinsi kewenangannya dikelola oleh pemerintah pusat yakni Kementerian PUPR.
"Sebelum adanya peraturan menteri ini, daerah aliran sungai dan wilayah sekitarnya dikelola oleh pemerintah daerah masing-masing. Kalau dulunya memang pemerintah daerah yang mengelola situ-situ dan itu tidak dikelola dengan baik. Ketika situ-situ ini diambilalih pengelolaannya oleh pemerintah pusat, kita meminta data-data terkait situ," ujar Kepala BBWS Ciliwung Cisadane Bambang Hidayah.
Menurut Bambang, pemerintah daerah awalnya menyerahkan data-data tersebut hanya berupa nama, kode, dan lokasi situ tanpa disertai peta dan koordinat nya. Maka dari itu BBWS Ciliwung dan Cisadane melakukan pengecekan langsung apakah situ-situ ini memiliki luas yang tertera pada data dan juga lokasinya, sekaligus melakukan inventarisasi terhadap situ-situ tersebut.
Saat dilakukan inventarisasi situ,BBWS Ciliwung dan Cisadane juga melakukan pengukuran dan memasang patok-patok, setelahnya dilakukan revitalisasi terhadap situ-situ tersebut.
"Kalau sudah dilakukan revitalisasi, kami yakin masyarakat tidak akan berani melakukan okupasi daerah situ," kata Bambang.
BBWS Ciliwung dan Cisadane pada tahun lalu telah melakukan revitalisasi terhadap sejumlah situ yakni Situ Telaga Saat, Situ Rawa Kalong, Situ Citatah, dan Situ Rawa Pulo.
Pantauan Antara saat berkunjung Situ Citatah, program revitalisasi yang dilakukan oleh BBWS Ciliwung dan Cisadane terhadap situ tersebut memperlihatkan suasana yang lebih asri, banyak masyarakat menikmati panorama dari tepi situ, memancing ikan, hingga digunakan oleh anak-anak untuk bermain sepeda di alun-alun situ.
Pada 2020, Kepala BBWS Ciliwung dan Cisadane Bambang Hidayah mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan revitalisasi situ-situ yang berada di lima lokasi yakni di Tangerang, Tangerang Selatan, Depok dan Bogor.
Kementerian PUPR sendiri sejak tahun anggaran 2015 sampai dengan 2019 telah melakukan revitalisasi 19 situ dengan total biaya sebesar Rp172 miliar, dengan pekerjaan yang meliputi penggalian sedimen, perkuatan dinding situ atau tanggul, penataan sempadan berupa jogging track dan jalan inspeksi, serta rehabilitasi oulet dan inlet situ.
Sedangkan untuk pemeliharaan situ-Situ di wilayah Jabodetabek, Kementerian PUPR telah mengalokasikan anggaran sejak tahun anggaran 2014 hingga 2019 sebesar Rp221,2 miliar untuk 165 situ.
Pemeliharaan tersebut meliputi pekerjaan rutin, seperti pembersihan eceng gondok dan pembabatan rumput berkala, serta pemeliharaan berkala seperti perbaikan infrastruktur sumber daya air, perbaikan tebing dan pengerukan sedimen.