REPUBLIKA.CO.ID, PRISTINA -- Setelah melakukan perundingan koalisi selama berpekan-pekan, parlemen Kosovo menyetujui pemerintahan baru. Perdana Menteri Albin Kurti berjanji akan mengambil sikap yang lebih tegas dalam negosiasi dengan Serbia.
Kurti meraih 66 suara dari 120 kursi di dewan perwakilan. Di hadapan parlemen ia juga berjanji untuk memerangi korupsi dan nepotisme yang menurut pelaku bisnis asing menjadi halangan utama berinvestasi di Kosovo.
Usia pemilihan umum dini pada Oktober lalu diadakan perundingan antarkoalisi. Sayap kiri Partai Vetevendosje yang mengusung Kurti berhasil meraih kesepakatan dengan moderat-kanan Democratic League of Kosovo untuk membentuk pemerintahan.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi pemerintah Kosovo adalah bernegosiasi dengan Serbia. Serbia kehilangan kekuasaan atas Kosovo setelah pengeboman NATO 1999 yang memukul mundur pasukan Serbia.
Operasi kontra-pemberontakan Serbia membunuh 13 ribu orang. Sebagian besar adalah orang Kosova Albania. Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan pada 2008 dari Serbia. Tapi Beograd tidak mengakunya dan kedua belah pihak belum menormalisasi hubungan.
Pembicaraan Kosovo dan Serbia yang didukung Uni Eropa terhenti pada November 2018 setelah Kosovo memberlakukan pajak 100 persen pada barang-barang produksi Serbia. Dalam kampanyenya, Kurti mengatakan akan mencabut tarif tersebut tapi akan memperkenalkan langkah lainnya.
"Kami akan memiliki perdagangan, politik dan ekonomi yang resiprokal dengan Serbia, saya siap memimpin pembicaraan dengan Serbia," kata Kurti kepada parlemen, Rabu (4/2).
Ia mengatakan pemerintahannya akan menggugat Serbia ke Mahkamah Internasional atas kejahatan mereka dalam perang 1998 dan 1999. Kurti mengatakan ia berniat memperkenalkan wajib militer selama tiga bulan dan berjanji memerangi korupsi.
"Tidak ada individu atau perusahaan yang lebih kuat dari negara," katanya.
Posisi menteri keuangan akan diisi oleh Besnik Bislimi, seorang profesor makroekonomi yang belajar di Jerman. Pada Oktober lalu, Kosovo menggelar pemilihan umum lebih awal daripada yang dijadwalkan. Setelah Ramush Haradinaj mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri karena dipanggil untuk diinterogasi oleh pengadilan kejahatan perang yang didanai Uni Eropa.