Rabu 05 Feb 2020 09:33 WIB

OJK: Kami Terus Sempurnakan Fungsi Pengawasan

Komisi XI menyayangkan realisasi pungutan OJK tak sebanding dengan kinerjanya.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso (kedua kiri) bersama anggota Nurhaida (kiri), Heru Kristiyana (kedua kanan) dan Riswinandi (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR tentang kinerja pengawasan terhadap industri jasa keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Foto: PUSPA PERWITASARI/ANTARAFOTO
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso (kedua kiri) bersama anggota Nurhaida (kiri), Heru Kristiyana (kedua kanan) dan Riswinandi (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR tentang kinerja pengawasan terhadap industri jasa keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR menyoroti pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terutama realisasi pungutan ke industri jasa keuangan. Adapun realisasi pungutan mencapai Rp 5,99 triliun pada 2019.

Anggota Komisi XI Andreas Eddy Susetyo mengatakan kinerja pengawasan OJK tidak sebanding dengan realisasi anggaran. Apalagi sejumlah industri jasa keuangan mengalami kesulitan.

Baca Juga

“Transparansi dan akuntabilitas memang ini tidak menggambarkan aktivitas OJK keseluruhan, padahal fungsi OJK ini ada dalam pengawasan. Ini menjadi catatan penting,” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (4/2) malam.

Sementara Anggota Komisi XI DPR Dolfie juga memperatanyakan upaya OJK dalam melakukan pengawasan sektor industri jasa keuangan. Menurutnya, OJK telah kecolongan dalam kasus Jiwasraya dan Asabri.

"Dalam kasus Jiwasraya, Kenapa penyidik kejaksaan agung lebih dahulu masuk daripada penyidik OJK?," katanya.

Menurut Dolfie lengahnya pengawasan OJK memperlihatkan kinerja otoritas merasa tidak ada masalah sektor industri jasa keuangan. Padahal, dalam kenyatannya kedua sektor tengah tersandung masalah.

Sekretaris Fraksi Nasional Demokrat Saan Mustofa menggarisbawahi pentingnya perhatian terhadap perlindungan nasabah. Jika dilihat dari kasus Jiwasraya dan Asabri, harus jelas proses pertanggungjawaban negara terhadap nasabah.

"Jangan sampai masa depan nasabah itu menjadi tidak jelas. Bagaimana pertanggungjawaban negara, dalam hal ini juga Jiwasraya terhadap nasabah," tegas Saan. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan terbentuknya panita kerja sektor keuangan merupakan bentuk kepedulian parlemen terhadap sektor jasa keuangan.

"Sebagaimana UU OJK, menjaga stabilitas sektor keuangan jadi fokus kami untuk kontribusi nasional untuk kesejahteraan masyarakat. Kami melakukan fungsi pengawasan dan prudensial market conduct seluruh sektor dan kami lakukan sempurnakan," jelasnya.

Menurutnya OJK juga telah menerapkan enforcement melalui pendekatan secara konglomerasi keuangan, mulai dari pemberian izin dan produk institusinya yang mencakup jasa keuangan prudensial, likuiditas, batas minimum kredit dan beberapa lainnya dari beberapa risiko yang ada.

"Kami juga menerapkan good governance dan risk yang memadai dan transparansi suku bunga. RBC (rasio kecukupan modal asuransi), modal bank, rating dan supervisi dan statusnya, exit policy status lembaga keuangan dalam perhatian khusus," jelasnya.

Ke depan, regulator berupaya memperkuat kerja sama dalam forum Komite Stabilitas Sektor Jasa Keuangan bersama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Dalam proses pengawasan,OJK selalu memastikan bahwa fungsi 3 lines of defense berjalan dengan efektif untuk menjaga operasional lembaga keuangan dilakukan secara prudent dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelasnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement