Kamis 06 Feb 2020 03:49 WIB

Bantuan Medis di Wuhan Sangat Minim

Ada banyak keluarga di Wuhan yang kesulitan akses medis ke rumah sakit.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Sejumlah petugas kesehatan berpakaian pelindung memeriksa pasien di hotel yang digunakan sebagai tempat isolasi warga di Wuhan, Hubei, China, senin(3/2).
Foto: Chinatopix via AP Photo
Sejumlah petugas kesehatan berpakaian pelindung memeriksa pasien di hotel yang digunakan sebagai tempat isolasi warga di Wuhan, Hubei, China, senin(3/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Seorang ibu rumah tangga di Wuhan, China, Wenjun Wang (33 tahun) mengungkapkan sulitnya mendapatkan akses medis bagi keluarganya yang diduga terinfeksi virus korona baru atau 2019-nCoV. Wang mengatakan kepada BBC bahwa pamannya sudah meninggal dunia akibat virus corona, sedangkan ayah, ibu, dan bibinya mulai menunjukkan beberapa gejala infeksi virus tersebut.

"CT scan menunjukkan paru-paru mereka terinfeksi, adikku juga mengalami batuk dan kesulitan bernafas," ujar Wang.

Baca Juga

Wang mengatakan, ayahnya mengalami demam tinggi dengan suhu 39,3 derajat celcius dan terus menerus batuk hingga kesulitan bernafas. Wang membelikan mesin oksigen untuk ayahnya dan obat-obatan China serta Barat.

Keluarga Wang yang menunjukkan gejala terinfeksi virus corona telah mencoba pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Namun, rumah sakit menolaknya karena kekurangan kamar.  

Di Wuhan, ada banyak titik karantina untuk mengakomodasi pasien yang menunjukkan gejala terinfeksi virus corona. Wang mengatakan, pamannya meninggal dunia di salah satu tempat karantina karena tidak ada fasilitas medis untuk pasien dengan gejala parah.

Menurut Wang, fasilitas karantina itu tidak ada perawat atau dokter yang berjaga selama 24 jam. Biasanya mereka pergi setelah sore hari. Staf di fasilitas itu memberikan makan malam yang sudah dingin kepada para pasien.

Wang mengatakan, pamannya sakit parah dengan gejala pernapasan akut dan mulai kehilangan kesadaran. Ketika itu, tidak ada dokter yang datang untuk mengobatinya. Wang mengatakan, pamannya dan ayahnya tinggal di kamar yang terpisah di fasilitas karantina. Wang menceritakan, ketika ayahnya pergi menemui pamannya pada pukul 06.30 pagi, pamannya sudah meninggal dunia. Kurangnya fasilitas medis di tempat karantina membuat Wang memutuskan untuk mengurus sendiri ayahnya di rumah.

"Kita lebih baik mati di rumah daripada pergi ke karantina," ujar Wang.

Wang mengatakan, ada banyak keluarga di Wuhan yang menghadapi kesulitan akses medis ke rumah sakit. Dia menceritakan, seorang teman membawa ayahnya yang mengalami demam tinggi ke tempat karantina tetapi ditolak.

"Kami takut, kami tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jika saya tahu pemerintah akan mengisolasi kota ini, maka saya akan keluar membawa keluarga saya. Tidak ada bantuan di sini," kata Wang.

Pemerintah China membangun dua rumah sakit baru yang dikhususkan untuk merawat pasien-pasien dengan indikasi terinfeksi virus korona baru. Rumah sakit Huoshenshan dibangun di Wuhan selama delapan hari dan dilengkapi dengan fasilitas 1.000 tempat tidur. Rumah sakit itu sudah dibuka pada Senin lalu.

Sementara, rumah sakit kedua yakni Leishenshan yang telah selesai dibangun pada Rabu (5/2). Berdasarkan laporan televisi lokal, sebanyak 1.400 staf medis militer telah tiba di Wuhan, dan akan ditugaskan di rumah sakit Huoshenshan.

Juru bicara Komisi Kesehatan Nasional, Jiao Yahui mengatakan kepada Reuters, dua rumah sakit baru yang dibangun di Wuhan memiliki lebih dari 10 ribu tempat tidur. Dia memastikan, dua rumah sakit itu cukup untuk menampung pasien-pasien yang terinfeksi virus corona. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement