REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sudah sekitar tiga pekan, supermarket di seluruh Hong Kong tak menyediakan beras, mi instan, termasuk disinfektan. Hal itu membuat masyarakat panik.
Sekarang, setiap pagi, warga Hong Kong berbaris di depan supermarket untuk membeli barang-barang kebutuhan yang masih bisa diperolehnya. Supermarket di Hong Kong telah menerapkan kebijakan penjatahan bagi pelanggan untuk membeli dua produk dalam pasokan pendek. Hal itu berkaitan dengan wabah virus korona atau Covid-19 yang masih berlangsung.
Saat ini Hong Kong menangani 49 kasus Covid-19. Meskipun jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan kasus di China daratan, tapi ada kekhawatiran bahwa epidemi dapat berlangsung berbulan-bulan. Hal itu berisiko menyebabkan kebutuhan dasar, termasuk disinfektan, habis jika pembelian tak dikontrol.
Pada Rabu (12/2) pagi waktu setempat, puluhan warga Hong Kong telah mengantre di luar sebuah supermarket di Bonham Road di Mid-Levels. Chung adalah salah satu ibu rumah tangga yang turut berada dalam barisan. Dia mengaku cukup dilanda kecemasan perihal menipisnya kebutuhan dasar seperti beras, mi instan, tisu toilet, sabun, termasuk cairan pembersih lantai, disinfektan, dan produk antiseptik. “Para profesional medis kehabisan peralatan. Bagaimana mungkin Anda tidak khawatir?” katanya dikutip laman the Guardian.
Sejumlah klinik kesehatan di Hong Kong memutuskan tutup karena kehabisan masker. Tak hanya masker, staf rumah sakit di sana mengaku tak lagi memiliki pakaian pelindung. Oleh sebab itu, mereka sempat menggelar demo agar Pemerintah Hong Kong menutup perbatasannya dengan China.
Kemudian terkait pangan, pekan lalu Asosiasi Pedagang Beras Hong Kong telah mengatakan bahwa pasokan beras diatur pemerintah. Mereka meyakinkan masih ada stok 130 ribu ton. Namun Chung tak mempercayai informasi tersebut. “Saya tidak percaya sepatah kata pun yang dikatakan pemerintah. Pandangan saya tentang masa depan kami sangat suram,” ujarnya.
Joseph Cheng, seorang ilmuwan politik di City University of Hong Kong mengatakan pembelian panik yang menyebabkan stok kebutuhan dasar dan pokok cepat habis disebabkan karena adanya ketidakpercayaan mendalam terhadap pemerintah. Dalam pandangan warga, Pemerintah Hong Kong tak kompeten menangani krisis akibat wabah Covid-19. “Mereka (pemerintah) bahkan tidak bisa mengamankan pasokan masker, orang-orang tak dapat diyakinkan. Epidemi bisa menjadi kesempatan untuk mengembalikan kepercayaan pada pemerintah,” ujar Cheng.
Bulan lalu Hong Kong Public Opinion Research Institute mengadakan sebuah jajak pendapat terkait tingkat kepercayaan terhadap pemerintah. Hasilnya 69,2 persen memperlihatkan ketidakpercayaan masyarakat Hong Kong. Itu merupakan yang terendah sejak survei dilakukan pada 1992. Jumlah kematian akibat COVID-19 telah menembus angka 1.113 jiwa. Sementara, infeksi virus mencapai 44.653 kasus.