REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara dan aktivis hak asasi manusia (HAM), Veronica Koman, menjelaskan, data tahanan politik dan korban meninggal dunia di Papua didapatkan dari berbagai sumber. Sumber-sumbernya berasal dari sesama aktivis HAM dan koalisi relawan masyarakat sipil.
Ia menjelaskan, untuk tahanan politik, ia mendapatkan data tersebut dari hasil kompilasi data para pengacara HAM dan aktivis yang biasa menangani kasus makar Papua. Sedangkan data korban meninggal dunia Nduga ia kumpulkan dari koalisi relawan masyarakat sipil yang secara swadaya membantu pengungsi.
"Termasuk mendokumentasikan yang meninggal. Kami ringkas jadi pendek untuk dibaca Pak Jokowi karena beliau orang sibuk. Laporan yang asli tebal karena tidak hanya memuat daftar nama dan umur, tapi juga tanggal, dan cara kematian serta fotonya," terang Veronica melalui pesan singkat, Rabu (12/2).
Pada Senin (10/2) lalu, Veronica dan tim pegiat HAM lainnya di Canberra, Australia, berhasil menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Jokowi. Dokumen tersebut memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini tengah ditahan di tujuh kota di Indonesia.
"Kami juga menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian," terang Veronica.
Ia mengatakan, dokumen tahanan politik dan korban meninggal di Papua itu diberikan langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, sang pemberi dokumen itu sempat berswafoto dengan Jokowi.
"Iya yang menyerahkan bahkan sempat selfie dengan Pak Jokowi, malah Pak Jokowi yang pegang HP-nya. Cuma kan kami tidak mau fokus di masalah gimmick, kami mau fokus di substansi yaitu soal data para korban ini," jelas dia.