REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Korban meninggal di provinsi Hubei, China akibat wabah virus Corona melonjak dengan rekor 242 kasus meninggal dunia menjadi total lebih dari 1.300 korban jiwa pada Kamis (13/2). Jumlah yang meningkat ini terjadi setelah petugas kesehatan mengadopsi metodologi baru untuk diagnosa.
Pejabat kesehatan Hubei mengatakan identifikasi yang cepat ini karena mereka sudah mulai menggunakan metode baru sejak Kamis. Pekan lalu mereka menyatakan akan mulai mengenali hasil pemindaian terkomputerisasi (CT) sebagai konfirmasi infeksi, yang memungkinkan rumah sakit untuk mengisolasi pasien lebih cepat.
Hubei sebelumnya hanya mengizinkan konfirmasi infeksi dengan tes RNA yang dapat memakan waktu berhari-hari untuk memproses dan menunda pengobatan. RNA atau asam ribonukleat ini membawa informasi genetik yang memungkinkan identifikasi organisme seperti virus.
Penggunaan CT scan yang mengungkap infeksi paru-paru akan membantu pasien menerima pengobatan sesegera mungkin. Cara ini pun dapat meningkatkan peluang pemulihan lebih besar.
Spesialis politik China di Sekolah Kebijakan & Strategi Global di UC San Diego Victor Shih menyatakan, lompatan mendadak dalam kasus-kasus baru menimbulkan pertanyaan tentang komitmen China terhadap transparansi. "Penyesuaian data hari ini membuktikan tanpa keraguan bahwa mereka telah memiliki dua digit angka untuk dikonfirmasi terinfeksi selama ini," katanya.
Shih mengatakan kalau bukan itu masalahnya, pemerintah tidak mungkin menambahkan begitu banyak kasus baru dalam satu hari. "Aspek yang sangat mengganggu dari jumlah baru hari ini adalah bahwa sebagian besar kasus baru terjadi di Wuhan. Tetapi bagaimana jika sisa dari Provinsi Hubei masih tidak menyesuaikan metode pelaporan mereka?" katanya.