REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi menanggapi pelibatan ormas Islam dalam penetapan fatwa halal seperti tercantum dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Menurutnya, kemungkinan pasal dalam RUU itu didasarkan pada semangat melibatkan seluruh pemangku amanah umat Islam.
"Mungkin semangatnya itu adalah bagaimana seluruh pemangku amanah umat itu bisa ikut di dalam proses (untuk menjamin produk halal) ya," kata cucu pendiri organisasi Islam Nahdlatul Wathan TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid (Tuan Guru Pancor) itu, kepada Republika.co.id saat di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (19/2).
TGB menyadari, secara praktis, memang MUI itu sebenarnya diisi oleh perwakilan dari semua ormas Islam yang ada. Hanya saja, mungkin ada pandangan ormas Islam kurang dilibatkan dalam proses penetapan fatwa halal. "Cuma mungkin selama ini dirasakan masih kurang pelibatan dari ormas-ormas Islam secara langsung," kata dia.
Bagi TGB, sesuatu yang strategis tentang umat Islam, termasuk jaminan produk halal, sebaiknya memang melibatkan seluruh ormas Islam sebagai pemangku amanah kepentingan umat. Dia pun mendukung pelibatan ormas Islam dalam proses penjaminan produk halal.
"Suatu hal yang strategis tentang umat, termasuk dalam hal ini jaminan produk halal, itu memang baik sekali kalau bisa melibatkan seluruh pemangku amanah kepentingan umat, jadi ikut bersama," ujar ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) cabang Indonesia itu.
Seperti apa ketentuan teknisnya, menurut mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat itu, tentu bisa diatur. "Walaupun secara teknis ya kan bisa diatur. Tapi semangatnya adalah untuk melibatkan seluruh stakeholder umat dan itu bagus," tutur dia.
Dalam kesempatan itu, TGB ditanya soal perbedaan pandangan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam mengeluarkan fatwa. Bagi TGB, itu sebetulnya persoalan teknis. Berbagai hal strategis dan penting, lanjut dia, tentu harus dibahas bersama MUI dan ormas Islam. Karena itu, dalam pandangannya, persoalan sekarang bukan pada keragaman pandangan ormas.
"Tapi ini semangat dari hal-hal strategis terkait produk halal agar dibicarakan bersama," ucapnya.
Zainul juga mengingatkan, Islam itu menghilangkan semua kemudharatan, dan menghadirkan kemudahan. "Insya Allah tidak mungkin suatu formulasi yang disepakati oleh para pimpinan umat itu akan lebih menyulitkan lagi, justru Insya Allah mudah-mudahan akan lebih memudahkan," katanya.
Seperti diketahui, ada perubahan signifikan terkait pasal-pasal tentang jaminan produk halal dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Pada Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), dalam melaksanakan kewenangannya BPJPH hanya bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sedangkan dalam RUU Cipta Kerja, aturan barunya adalah, "Ormas Islam yang berbadan hukum" juga jadi pihak yang bisa diajak kerja sama oleh BPJPH. Dalam RUU Cipta Kerja itu, ormas Islam dan MUI akan dilibatkan untuk mengeluarkan fatwa hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Dalam UU JPH, sidang fatwa halal itu hanya bisa dilakukan MUI.