REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Psikolog Universitas Indonesia, Hamdi Muluk mengkritisi lahirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang dianggap terlalu masuk ranah privat. Menurutnya dalam mengatur sebuah keluarga tidak perlu dibuatkan undang-undang khusus.
"Nggak perlu UU khusus, lagian soal keluarga ini lebih banyak wilayah privat sebenarnya," kata Hamdi dalam pesan tertulis, Kamis (20/2).
Misalnya saja perihal hak dan kewajiban anak sebagaimana tertuang dalam Pasal 101 RUU atau mengenai tugas istri dan suami yang disebut dalam Pasal 25 RUU. Bahwa suami wajib menentukan kesejahteraan keluarga dan istri wajib mengatur rumah tangga.
"Ya itu dia, masak soal seperti ini negara ikut campur mengatur. Itu silahkan sesuai kebutuhan di dalam keluarga itu sendiri," terangnya. "Kalau negara sudah bisa memenuhi hajat -hajat publik baik sandang, pangan, pendidikan, pokoknya kesejahteran dengan sendirinya keluarga kuat," tegas dia.
Berikut petikan bunyi Pasal 25 ayat (3) mengatur kewajiban istri dalam rumah tangga, di antaranya;
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kemudian Pasal 101 Ayat (1) yang mengatur hak dan kewajiban anak. Bahwa :
(1) Setiap Anak memiliki kewajiban dan hak atas Pengasuhan.
(2) Dalam menjalani pengasuhan dalam Keluarga, Anak memiliki
kewajiban untuk:
a. menghormati Orang Tua;
b. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya;
c. melaksanakan etika dan akhlak mulia;
d. mengikuti pendidikan dan pengajaran sesuai dengan
minat dan bakatnya dengan bimbingan Orang Tua;
e. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
f. mencintai tanah air, bangsa, dan negara.