Senin 24 Feb 2020 09:59 WIB

Tragedi Susur Sungai: Akhir Tawa Para Penggalang Pramuka

Tiba-tiba air sungai meluap disebabkan terjadinya hujan di hulu sungai.

Pemakaman Korban Susur Sungai. Prosesi pemakaman korban susur Sungai Sembor siswi SMPN 1 Turi Khoirunnisa Nur Cahyani di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (22/2).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Pemakaman Korban Susur Sungai. Prosesi pemakaman korban susur Sungai Sembor siswi SMPN 1 Turi Khoirunnisa Nur Cahyani di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh: Wahyu Suryana, Silvy Dian Setiawan

Baca Juga

Agus Riyanto mengingat bahwa keponakannya, Fanesha Dida Amalia (13 tahun), tergolong istimewa. Ia menjadi kebanggaan keluarga dengan prestasi yang ditorehkannya.

"Fanesha itu juara terus dari SD. Masuk SMP sini baru kelas satu memang, tapi memang rangking terus dari awal," kata Agus saat ditemui Republika di Desa Glagahombo, Girikerto, Turi, Sleman, Sabtu (22/2).

Di rumah, Agus melanjutkan, Fanesha terbilang sosok yang pendiam. Bahkan, ia mengingat dengan jelas, sebagian besar waktu luang yang dipunyainya dimanfaatkan Fanesha untuk belajar. "Tidak terlalu suka yang neko-neko itu. Di rumah saja, belajar," ujar Agus.

Ia juga mengenang Fanesha gemar mengoleksi boneka. Sepekan yang lalu, kedua orang tuanya mengumpulkan bonek-boneka itu untuk dibersihkan. Tak lama kemudian, Fanesha meminta izin kepada orang tuanya untuk mengikuti kegiatan pramuka di tempatnya bersekolah di SMPN 1 Turi, Sleman. Bersama ratusan rekannya, gadis itu akan mengikuti kegiatan susur Sungai Sempor di Desa Donokerto pada Jumat (21/2).

Seperti petir di siang bolong, kabar itu tiba. Siswa-siswi itu tersapu luapan sungai akibat hujan deras yang mengguyur hulu sungai. Akhir pekan yang dinanti bersama anak-anak kesayangan malah dipenuhi dengan kekhawatiran.

Sore sampai malam, Desa Donokerto dipenuhi masyarakat sekitar dan sukarelawan yang bergantian melakukan pencarian. Ambulans silih berganti melintas, membawa tubuh-tubuh kecil yang butuh pertolongan ke klinik-klinik terdekat. "Kasih lewat... kasih lewat...," ujar para sukarelawan yang berpeluh hujan dan lumpur, membuka jalan agar ambulans dapat melintas, Jumat (21/2) malam.

Orang tua dan keluarga bergantian meminta kejelasan kabar anak-anak mereka. Fanesha termasuk salah satu yang lebih dahulu ditemukan meninggal. Jenazahnya kemudian diambil pihak keluarga pada Jumat malam itu. Namun, kegaduhan sempat membuat jenazah yang diambil tertukar.

Kebetulan, kata Agus Riyanto, saat itu siswa-siswa yang mengikuti agenda susur sungai memang belum mengenakan papan nama di seragamnya. Jadi, identifikasi memang cuma bisa dilakukan dari fisik dan barang-barang yang dikenakan. "Akhirnya, jam 03.00 (Sabtu dini hari) diketahui. Kita minta untuk dibongkar. Tadi jam 11.30 sudah dimakamkan," ujar Agus.

Pada Ahad (23/2), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman menyebutkan, seluruh korban insiden kecelakaan sungai SMPN 1 Turi sudah ditemukan. "Perkembangan informasi pada pukul 07.30, dua korban yang dicari sudah diketemukan SAR gabungan pagi ini," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sleman, Makwan, di Sleman.

Menurut dia, satu korban ditemukan sekitar pukul 05.30 WIB di Dam Matras dengan estimasi jarak 400 meter dari tempat kejadian awal. "Kondisi korban henti napas, henti jantung, selanjutnya dibawa ke RS Bhayangkara Polda DIY," katanya.

Kemudian, pada pukul 07.05 WIB, ditemukan satu korban lagi di Dam Matras. Dengan temuan itu, total korban meninggal sebanyak 10 orang.

photo
Situasi sekolah SMPN 1 Turi pascakejadian musibah susur Suangai Sembor di Sleman, Yogyakarta, Jumat (21/2) malam.

Kejadian terseretnya ratusan siswa di Sungai Sempor itu bermula dari kegiatan pramuka pada sekitar pukul 14.30 WIB. Sesaat sebelum kejadian, kondisi Sungai Sempor yang berada di Padukuhan Donokerto, Turi, Sleman, masih normal. Bahkan, tidak ada hujan sama sekali.

Namun, tiba-tiba air sungai meluap. Hal ini disebabkan terjadinya hujan di hulu sungai, tepatnya di lereng Gunung Merapi. Derasnya arus sungai menyebabkan ratusan siswa hanyut terbawa arus. Dari total 249 siswa dan siswi dari kelas VII dan VIII yang mengikuti kegiatan, 10 orang meninggal dunia, 216 selamat, dan 23 lainnya terluka.

Menurut Kabid Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman Dwi Warni Yuli Astuti, berdasarkan keterangan yang diperolehnya dari Ketua Pembina Pramuka SMPN 1 Turi, Yopi, susur sungai pada Jumat (21/2) belum seizin sekolah.

"Saya tanya, sudah ada SOP? Katanya, secara tertulis tidak ada. Saya tanya, sudah seizin kepsek? Katanya, tidak," kata Dwi saat ditemui di SMPN 1 Turi, Jumat (21/2) malam.

Polda DI Yogyakarta melansir, dalam kegiatan itu sedianya ada tujuh pembina pramuka dari SMPN 1 Turi. Enam pembina ikut mengantar ke lokasi susur sungai saat kejadian, sedangkan satu orang menjaga barang siswa di sekolah.

Sebanyak empat pembina kemudian membawa rombongan siswa melakukan susur sungai, sementara satu lainnya menunggu di perhentian terakhir. Satu pembina disebut meninggalkan para siswa setelah mengantarkan mereka ke Lembah Sempor.

Saksi mata menyatakan, sejumlah pihak sudah mempertanyakan dilanjutkannya kegiatan susur sungai itu. Para siswa sempat keberatan karena melihat cuaca mendung, tetapi kemudian dipaksa oleh para pembina. Pihak perangkat desa juga menyatakan sudah memberikan peringatan, tetapi tak digubris.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya telah memberikan informasi dari jauh-jauh hari, yakni satu pekan sebelum kejadian sudah ada peringatan dini. Peringatan dini tersebut juga telah diingatkan kembali tiga hari sebelum tragedi. Bahkan, tiap satu jam pada hari kejadian, informasi potensi hujan ekstrem selalu diperbarui oleh BMKG.

"Pukul 15.00 WIB kami keluarkan peringatan dini dan peringatan dini tersebut untuk potensi hujan ekstrem yang dimulai 15.30 sampai 16.30 WIB. Ternyata kejadiannya (siswa terbawa arus sungai) sekitar 15.30 WIB lebih," ujarnya.

Wakil Kepala (Waka) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Brigjen Polisi Karyoto menyebut tersangka dalam insiden kecelakaan sungai SMPN 1 Turi berinisial IYA saat ini telah ditahan di Polres Sleman. "Tersangka ini melakukan kelalaian karena yang bersangkutan tidak menguasai manajemen risiko dalam kegiatan susur sungai," kata Karyoto di Rumah Sakit Bhayangkara Polda DIY, Ahad.

Ia mengatakan, pemandu kegiatan susur sungai wajib memiliki wawasan yang lebih tentang manajemen bahaya. "Dalam hal ini seharusnya disiapkan alat pengamanan yang cukup, pemandu yang profesional, pelampung, dan piranti keamanan lainnya. Dalam insiden ini dia tidak mempertimbangkan bahaya yang timbul," katanya.

Ia mengatakan, dalam insiden tersebut seluruh korban sebanyak 10 anak perempuan. "Mereka ini kan usianya baru sekitar 12 tahun hingga 14 tahun. Secara fisik, mereka kan belum begitu kuat untuk melakukan kegiatan susur sungai yang membutuhkan fisik yang kuat," katanya.

Tersangka, kata dia, juga lalai karena tidak memperhatikan kondisi cuaca di sekitar saat akan melakukan kegiatan susur sungai. Tersangka yang juga guru olahraga di SMPN 1 Turi itu disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menentukan lokasi susur sungai.

Bagaimanapun, senyum manis, canda tawa, dan riang gembira 10 penggalang dari SMPN 1 Turi itu tidak ada lagi. Pihak-pihak terkait didesak memastikan kejadian serupa tak berulang, sementara yang bertanggung jawab dikenai hukuman setimpal. n ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement