Selasa 25 Feb 2020 18:36 WIB

Wabah Virus Corona Ubah Kehidupan di Daegu Korsel

Kasus infeksi virus corona melonjak drastis di Daegu, Korsel.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
 Petugas berpakaian pelindung lengkap membawa pasien yang terinfeksi virus corona dari ambulan ke Kyungpook National University Hospital di Daegu, Korea Selatan. Di Daegu, tercatat puluhan kasus terdeteksi, merujuk pada jemaat gereja.
Foto: Kim Jong-un/Yonhap via AP
Petugas berpakaian pelindung lengkap membawa pasien yang terinfeksi virus corona dari ambulan ke Kyungpook National University Hospital di Daegu, Korea Selatan. Di Daegu, tercatat puluhan kasus terdeteksi, merujuk pada jemaat gereja.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Seorang perempuan mengenakan sarung tangan di kereta bawah tanah di Kota Daegu, Korea Selatan. Para tamu mengenakan masker di upacara pernikahan yang sepi tamu. Teman saling menelepon dan menanyakan apakah mereka masih hidup.

Kekhawatiran wabah virus corona melonjak hingga mencengkeram kota Daegu dan daerah sekitarnya di Korea Selatan. Penduduk berjuang mencoba menjauh dari penyebaran virus yang telah membuat ratusan orang sakit dan menewaskan sedikitnya 10 orang.

Baca Juga

"Saya juga seorang manusia dan takut tertular virus," kata pekerja kantor berusia 37 tahun di Daegu bernama Choe Hee-suk.

Choe mengatakan, wabah yang menyebar di kota berpenduduk 2,5 juta ini membuatnya menelepon orang-orang terdekat untuk menanyakan kabar dan mengingatkan untuk tidak beraktivitas di luar. "Kami saling menelepon di sini dan setengah bercanda bertanya apakah mereka masih hidup," katanya.

Wilayah itu masih tenang hingga 18 Februari. Setelah momen tenang tersebut, tersiar kabar seorang perempuan Daegu berusia 60-an dinyatakan positif virus dan sepekan kemudian lebih dari 790 kasus telah dilaporkan di sana.

Lompatan kasus secara tiba-tiba itu telah memicu kekhawatiran bahwa wabah semakin di luar kendali. Terlebih lagi, wilayah itu menjadi penyebaran virus terbesar di luar daratan China yang kini telah mengonfirmasi lebih dari 77.660 kasus dan lebih dari 2.660 kematian.

Saat pemerintah pusat Korea Selatan berjanji akan melakukan upaya keras untuk mengatasi wabah di kawasan itu, kecemasan publik tidak mereda. Bahkan kekhawatiran yang terbangun telah mengganggu kestabilan kehidupan sehari-hari dan mengancam akan berdampak serius pada ekonomi lokal.

Di distrik komersial Dongseongro yang biasanya ramai, hanya beberapa pejalan kaki yang terlihat pada Senin (24/2). Kondisi itu membuat wilayah itu menjadikannya seperti kota hantu.

Seorang sopir taksi Oh Sang-hak mengatakan, dia tidak bekerja selama beberapa hari karena tidak nyaman menjemput orang asing dengan wabah virus corona yang beredar di kota. "Sepertinya waktu telah berhenti ... dan tidak ada gerakan. Sampai minggu lalu, kami mengira virus corona adalah masalah orang lain," kata Oh.

Sedangkan, warga Daegu Lee Nag-hyeon menyatakan laporan media tentang ketakutan virus di tempat itu agak berlebihan. Namun, dia mengatakan melihat seorang perempuan bermasker mengenakan sepasang sarung tangan sekali pakai ketika dia naik kereta bawah tanah. Dia juga mendengar cerita tentang staf toko mengenakan kacamata ketika berhadapan dengan pelanggan.

Orang-orang yang mengenakan masker pun berdiri dalam antrean panjang di luar toko diskon Emart di distrik Daegu untuk membeli masker wajah. Sedangkan, rak-rak berisi barang-barang lain pun terlihat sudah mulai kosong.

Banyak warga menstok persediaan makanan untuk persiapan isolasi yang entah berlangsung kapan dengan kondisi toko yang mulai tutup. Di pasar tradisional Gyodong sekitar setengah dari sekitar 1.000 toko tutup dengan jumlah pengunjung menurun baru-baru ini lebih dari 90 persen.

"Mungkin akan lebih baik bagi semua pedagang untuk menutup pintu mereka, tetapi cara hidup mereka ada di sini. Jadi beberapa orang membuat keputusan sulit untuk membuka toko mereka," kata pejabat di asosiasi pedagang di pasar Ahn Sook-hee.

Virus corona juga mengubah gambaran di pernikahan dan pemakaman yang biasanya menarik banyak orang di Korea Selatan. Di aula pernikahan Gangbug Convention, hanya dua dari 10 upacara pernikahan yang dijadwalkan selama akhir pekan, karena banyak pasangan menunda di menit terakhir.

Upacara pernikahan yang biasanya bisa mencapai 200 tamu pun hanya menghadirkan 50 orang saja. Sedangkan di acara lain, pengantin dan tamu yang datang sepakat untuk mengenakan masker tanpa kecuali.

"Kami tidak membiarkan siapa pun memasuki aula jika mereka tidak memakai topeng," kata karyawan balai pernikahan Park Ye Jin. Bahkan, sebagian besar tamu pergi tanpa makan makanan yang disiapkan di resepsi perjamuan. 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement