Rabu 26 Feb 2020 14:05 WIB

Orang Tua di Hong Kong Minta Pengembalian Biaya Sekolah

Sekolah di Hong Kong diliburkan selama berbulan-bulan karena demonstrasi dan corona.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang wanita membeli masker di sebuah toko farmasi di Hong Kong, China, Jumat (31/1). Hongkong memperpanjang masa libur sekolah hingga 2 Maret nanti palinig cepat menyusul wabah virus corona.
Foto: Jerome Favre/EPA-EFE
Seorang wanita membeli masker di sebuah toko farmasi di Hong Kong, China, Jumat (31/1). Hongkong memperpanjang masa libur sekolah hingga 2 Maret nanti palinig cepat menyusul wabah virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG — Banyak orang tua di Hong Kong, Cina yang meminta pengembalian uang iuran sekolah anak-anak mereka. Hal ini karena selama berbulan-bulan sekolah ditutup lantaran gelombang demonstrasi terjadi.

Terbaru, sekolah ditutup karena wabah virus corona. Begitu banyak pertanyaan dari para murid mengenai kegiatan belajar mereka yang harus terhenti.

Baca Juga

Seperti Jackie Yang, warga Hong Kong yang bekerja untuk di bank sekaligus orang tua dari satu anak yang telah bersekolah. Ia kerap mendengar anaknya bertanya berbagai macam pertanyaan mengenai sekolahnya.

“Ibu, saya tidak bisa log in ke komputer, ibu saya tidak bisa mencetak tugas, dan begitu banyak pertanyaan tentang sekolah hampir setiap menit,” ujar Yang dilansir The Japan Times, Rabu (26/2).

Bagi Yang dan ribuan orang tua lainnya di Hong Kong, beberapa bulan terakhir menjadi waktu yang sulit dan membuat frustasi. Anak-anak di usia sekolah di kota administrasi khusus China itu diperkirakan tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar selama 13 pekan karena permintaan pemerintah setempat.

Penutupan kegiatan publik sementara waktu dilakukan oleh pemerintah Hong Kong pertama kali karena gelombang protes yang terjadi sejak Juni 2019. Situasi yang tidak aman dan belum menemukan titik terang untuk memulihkan keadaan di kota itu kemudian semakin memburuk dengan wabah virus corona, yang pertama kali ditemukan di daratan China.

Di atas semua itu, para orang tua menekankan bahwa biaya pendidikan di Hong Kong dapat mencapai 20 ribu dolar AS per tahun. Karena itu, menurut Yang, penutupan sekolah menjadi kekhawatiran baginya serta anak-anak yang bersekolah, terlebih dengan rencana pemerintah di kota itu yang mengatakan kemugkinan segala kegiatan publik dapat berjalan normal kembali pada 20 April mendatang.

Biaya sekolah mencakup seperti makan siang, bus, dan kegiatan penunjang menjadi salah satu yang digarisbawahi. Para orang tua mengeluhkan anak-anak mereka tidak mendapatkan pendidikan yang telah dibayarkan untuk waktu selama penutupan, memicu perdebatan tentang siapa yang harus menanggung beban keuangan dari gangguan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Beberapa orang tua telah meminta uang kembali dari yang telah dibayarkan. Yang telah bergabung dengan puluhan orang tua lainnya untuk mengajukan petisi pengembalian uang atas layanan pendidikan yang tidak lagi diterima anak-anak mereka, seperti makanan dan transportasi. Mereka juga menuntut sekolah-sekolah mengurangi liburan di waktu hari raya Paskah dan musim panas untuk menggantikan waktu yang hilang.

Di Hong Kong, biaya bus sekolah saja adalah seharga 4.000 dolar untuk sebulan atau lebih. Sejauh ini, sebagian besar permintaan untuk pengembalian biaya pendidikan dari para orang tua tidak terpenuhi.

Sekolah mengatakan mereka masih perlu membayar guru, dan kontrak dengan vendor pihak ketiga, yaitu penyedia bus sekolah.

Beberapa sekolah internasional telah mencoba memperbaiki keadaan dengan menawarkan kelas daring dan mensimulasikan kegiatan pendidikan yang normal, lengkap dengan istirahat, olahraga, dan sesi musik.

Sementara sekolah lain menyediakan video instruksional untuk siswa. Ironisnya, orang tua yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meminimalkan waktu layar bagi anak-anak, tetapi kini harus tiba-tiba membiarkan buah hati mereka  duduk di depan komputer selama tujuh atau delapan jam sehari.

Tetapi siswa yang lebih muda khususnya perlu bantuan menavigasi sistem daring. Seperti anak perempuan Yang, siswa kelas satu di sekolah internasional Amerika, membutuhkan bantuan untuk mengakses internet, menyelesaikan pelajarannya, dan mencetak dokumen.

“Skema pembelajaran jarak jauh menyebabkan banyak ketidaknyamanan yang tidak berarti bagi orang tua, guru dan anak-anak. Biro pendidikan atau pemerintah dapat menghindari membuat keputusan langsung dan bertanggung jawab untuk murid dan warga negara,” kata Betty Lai, yang memilih untuk mengirim dua anaknya ke Inggris untuk belajar karena penutupan sekolah di Hong Kong.

Di sekolah-sekolah lokal yang gratis atau berbiaya jauh lebih rendah dibanding sekolah internasional ini juga menjadi kondisi sulit. Beberapa menawarkan pelajaran secara daring, meskipun banyak yang hanya menyediakan lembar kerja yang dikirim melalui email.

Microsoft Corp bekerja sama dengan pemerintah untuk memungkinkan 800.000 siswa dari 1.000 sekolah dasar dan menengah untuk menggunakan perangkat lunaknya. Namun, umpan balik yang umum dari sekolah negeri dan swasta  adalah bahwa itu bukan pengganti untuk kegiatan belajar mengajar langsung.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement