Kamis 27 Feb 2020 06:18 WIB

Mengenang Pembantaian Khojaly di Azerbaijan

Pada 26 Februari 1992, sebanyak 613 warga Khojaly di Azerbaijan tewas dibantai.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Duta Besar Negara Azerbaijan untuk Indonesia Jalal Mirzayev berkunjung ke kantor Republika, Jalan Warung Buncit, Jakarta, Rabu (29/1).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Duta Besar Negara Azerbaijan untuk Indonesia Jalal Mirzayev berkunjung ke kantor Republika, Jalan Warung Buncit, Jakarta, Rabu (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 26 Februari 1992, saat musim dingin membekap Azerbaijan, pasukan Armenia, dibantu personel Resimen Senapan Bermotor 366 Uni Soviet, membantai 613 warga Khojaly. Di antara korban tewas terdapat 106 perempuan, 63 anak-anak, dan 70 manula. 

"Itu adalah pembantaian yang brutal di abad ke-20," ungkap Duta Besar Azerbaijan Jalal Mirzayev saat menceritakan peristiwa tersebut di sela-sela kunjungannya ke Republika.co.id pada Rabu (26/2). Kunjungannya memang bertepatan dengan peringatan 28 tahun pembantaian Khojaly. 

Baca Juga

Dia mengungkapkan, masih cukup sulit baginya untuk membicarakan tentang tragedi tersebut. Mirzayev hanya dapat menegaskan bahwa pembantaian itu terjadi karena adanya penentangan atas okupasi yang dilakukan Armenia terhadap Azerbaijan dalam konflik Nagorno-Karabakh. 

Menurut Mirzayev konflik tersebut telah menyebabkan 20 persen wilayah negaranya diokupasi Armenia. Pada 1993, Dewan Keamanan PBB sebenarnya telah menerbitkan resolusi terkait konflik kedua negara. 

Dalam resolusi itu disebutkan bahwa pasukan bersenjata Armenia harus menarik diri dari wilayah okupasi Azerbaijan tanpa syarat. "Tapi sayangnya mereka belum melakukannya," ungkapnya. 

Dia mengatakan Azerbaijan berkomitmen untuk menyelesaikan konflik itu secara damai dan melalui proses pembicaraan atau kompromi. Namun proses tersebut harus terikat dengan prinsip hukum internasional. "Anda tidak bisa merongrong wilayah satu negara," ujar Mirzayev. 

Pada kesempatan itu, Mirzayev turut menceritakan tentang pengalamannya tinggal di Indonesia selama tiga bulan terakhir. Dia resmi menjabat sebagai duta besar pada November 2019. 

Menurutnya, Indonesia dan Azerbaijan memiliki banyak kesamaan, terutama dalam hal toleransi dan masyarakat yang multikultural. Azerbaijan, kata dia, juga memiliki banyak etnis seperti Indonesia.

"Sebanyak 96 persen penduduk Azerbaijan adalah Muslim, tapi kita juga memiliki umat Kristen, Yahudi, dan banyak etnis," ucapnya. 

Mirzayev turut menyinggung tentang makanan favoritnya di Indonesia, yakni nasi padang dan nasi goreng. Dia mengatakan saat ini pihaknya sedang berupaya untuk mempersiapkan kunjungan Presiden Azerbaijan llham Aliyev ke Indonesia. 

Kunjungan itu diharapkan dapat terlaksana pada akhir 2020. "Kita akan berkonsentrasi pada isu ekonomi. Kita memiliki beberapa kesepakatan yang dapat ditandatangani," ucap Mirzayev. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement