Jumat 28 Feb 2020 12:56 WIB

Tito: 230 Pejawat Berpotensi Maju Pilkada

Para pejawat yang ikut berkontestasi menjadi bagian dari Indeks Kerawanan Pemilu

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (Tengah)
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (Tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, sebanyak 230 kepala daerah berpotensi kembali maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Para pejawat yang ikut berkontestasi menjadi bagian dari Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.

"Maksudnya ada potensi kurang lebih 230 kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang pejawat dan berpotensi akan mencalonkan lagi, padahal itu kan bagian dari Indeks Kerawanan Pemilu yang dikeluarkan oleh penyelenggara Pemilu dalam hal ini Bawaslu," ujar Tito dalam rilis resmi, Jumat (28/2).

Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Bidang Politik dan Pemerintahan Umum dan Deteksi Dini Mendukung Sukses Pilkada Serentak Tahun 2020 di Bali Nusa Dua Convention Center. Menurut dia, tidak ada tendensi memaknai dan menduga pejawat dalam menyalahgunakan kekuasaan, apabila mencalonkan diri kembali pada Pilkada 2020.

Selain itu, dari 230 kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut belum tentu juga mencalonkan kembali. "Tidak maksud ada potensi penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan petahana, acuannya jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” lanjut Tito.

Tito meminta kepala daerah yang mencalonkan diri di Pilkada 2020 untuk tidak menyalahgunakan wewenang. Sehingga kerawanan pilkada yang dikhawatirkan timbul itu tidak terjadi.

Apalagi, undang-undang juga mengatur tegas larangan pergantian pejabat di lingkungan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota enam bulan sebelum waktu pencalonanan. Berlaku sampai akhir masa jabatan, kecuali ada persetujuan tertulis dari Mendagri.

Tito juga mengingatkan larangan pejawat menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam enam bulan sebelum tanggal penetapan calon.

UU Nomor 10 Tahun 2016 telah memberi rambu-rambu agar pejawat yang maju lagi dalam pencalonan tidak menyalahgunakan wewenangnya. Jika para pihak mentaati aturan tersebut, Indeks Kerawanan Pemilu dapat dihindari.

"Bukan menyatakan bahwa petahana yang maju pasti atau berpotensi salahgunakan wewenang atau kekuasaan. Ini hanya imbauan agar petahana itu taat kepada rambu-rambu undang-undang. Karena ada sanksi yang diatur. Tujuannya ingin Pilkada itu berjalan demokratis. Kompetisinya fair dan adil," lanjut Tito.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement