REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerhati pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji mengatakan kebijakan Merdeka Belajar yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak terintegrasi dengan baik.
"Saya patut apresiasi idenya yang berbeda dengan yang lain, tapi yang perlu diingatkan ini bagian dari peta jalan yang mana, karena jilid satu hingga keempat sepotong-sepotong. Tidak terintegrasi dengan baik," ujar Indra di Jakarta, Selasa (10/3).
Dia menambahkan kebijakan yang digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Hal itu dikarenakan belum ada cetak biru dunia pendidikan.
"Kita tidak tahu utuhnya nanti bagaimana kebijakan Merdeka Belajar ini. Kalau sepotong-sepotong seperti ini maka kembali seperti dulu," kata dia.
Indra menilai banyak yang masih bingung dengan konsep Merdeka Belajar dari episode I hingga IV dan bagaimana implementasinya. Terutama guru-guru yang berada di daerah.
Merdeka Belajar episode I digulirkan pada Desember 2019 yakni mengenai kemudahan penyusunan kemudahan Rencana Pelaksanaan Pelajaran, otonomi sekolah Ujian Sekolah Berstandar Nasional, perubahan format UN, dan perubahan penerimaan siswa baru jalur prestasi menjadi 30 persen.
Kemudian Merdeka Belajar episode II mengenai perubahan di perguruan tinggi yakni magang hingga tiga semester, kemudahan PTN menjadi PTNBH, reakreditasi otomatis, dan kemudahan membuka program studi baru.
Sedangkan Merdeka Belajar episode III mengenai perubahan format Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang langsung disalurkan ke rekening sekolah. Sementara, Merdeka Belajar episode IV mengenai program Organisasi Penggerak yang bertujuan meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru.
"Lebih baik seperti Kazan yang mentenderkan program pelatihan gurunya kepada negara lain yang memang bagus dan terpilih Singapura dan Finlandia. Pemerintah hanya sebagai fasilitator saja," kata dia.